Ilustrasi- Petugas sedang menumpuk beras

Lebak, Aktual.com  – Produksi beras di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terdapat surplus 169.115 ton atau mencukupi kebutuhan masyarakat selama 13 bulan ke depan.

“Kita mengapresiasi kerja keras petani untuk memenuhi ketersediaan beras di tengah pandemi ini,” kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Deni Iskandar di Lebak, Sabtu.

Pemerintah daerah menjamin ketersediaan beras dari produksi lokal di masa pandemi akan melimpah dan mencukupi sampai 2023.

Produksi beras di Kabupaten Lebak dari Januari sampai Desember 2021 tercatat 575.533 ton gabah kering panen (GKP) atau setara beras sebanyak 316.543 ton.

Dengan kebutuhan konsumsi untuk 1,3 juta jiwa masyarakat sebesar 247. 428 ton atau per bulan 12.286 ton, maka produksi beras surplus 169.115 ton atau mencukupi kebutuhan konsumsi selama 13 bulan ke depan.

Produksi beras tersebut bahkan juga dapat memenuhi kebutuhan provinsi dan nasional. Beras dari Kabupaten Lebak juga dipasok ke Jakarta, Kerawang, Bogor, hingga Lampung.

“Kami minta petani jika sudah panen agar percepat tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan dan peningkatan ekonomi,” kata Deni.

Menurut dia, kebijakan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan produksi pangan cukup besar dan terasa oleh petani.

Petani menerima bantuan sarana dan prasarana (sapras) dan sarana produksi (saprodi) juga bantuan jalan tani, termasuk perbaikan infrastruktur irigasi sehingga sepanjang setahun areal persawahan teraliri air.

Pemerintah daerah kini menerapkan Indeks Pertanaman (IP) 400 dengan menanam empat kali musim tanam dalam setahun.

Penerapan IP 400 berhasil dikembangkan kelompok tani Desa Sawarna dengan varietas Pajajaran sehingga 90 hari setelah tanam bisa dipanen.

“Kita optimistis ke depan, petani di sini menerapkan IP 400 guna menggenjot produksi beras,” katanya.

Produksi panen di Kabupaten Lebak rata-rata 6 ton/hektare dengan harga Rp5.000 per kg gabah kering, maka petani bisa mendapatkan sekitar Rp30 juta/hektare.

Keuntungan petani bersih Rp20 juta per hektare setelah dipotong biaya produksi pertanian yang rata-rata mencapai Rp10 juta per hektare.

“Pendapatan Rp20 juta selama empat bulan cukup layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Deni.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nurman Abdul Rahman