Jakarta, Aktual.com — Produksi minyak mentah di Sumatera Selatan terus menurun dalam satu dekade terakhir, karena semakin sulitnya ditemukan titik pengeboran yang berhasil, kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, Tirat Sambu Ichtijar.

“Ada kecenderungan menurun tapi tidak banyak dan penurunannya sangat pelan. Secara angka mungkin baik karena turunnya bertahap atau tidak drastis, tapi sejatinya ini tidak baik,” kata Tirat di Palembang, Rabu (1/7).

Ia mengemukakan, SKK Migas mencatat produksi minyak rata-rata di Sumsel mencapai 72.000 barrel per hari atau sudah turun dari angka 75.000 barrel per hari yang dicapai pada beberapa tahun lalu.

“Saat ini saja, terkadang tidak mesti 72.000 barrel per hari, ada kalanya sudah 70.000 barrel per hari,” ujar dia.

Ia mengungkapkan, fakta ini sebagai bukti bahwa terdapat banyak gangguan di Sumatera untuk tetap mempertahankan produksi minyak mentah.

Menurut penilaian Tirat, persoalan utama terletak pada penyediaan lahan karena untuk pengeboran membutuhkan lahan yang relatif luas.

Sementara, di tengah pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor di Sumsel membuat penyediaan lahan menjadi sesuatu yang tidak mudah.

“Di Sumatera ini agak sulit menyediakan lahan karena perkebunan juga banyak, sektor bisnis juga berkembang pesat dengan diiringi pertambahan jumlah penduduk,” kata dia.

Sedangkan, ia melanjutkan Kontrak Kerja Sama (KKS) membutuhkan tempat untuk berpijak, sehingga harus bertarung dengan kegiatan ekonomi lain dalam mendapatkan lahan.

“Padahal adanya lahan belum tentu itu berarti mendapatkan minyak karena harus dibor dulu. Intinya pengeborannya yang kurang sehingga tidak bisa mengejar laju penurunan produksi saat ini,” kata dia.

Untuk menghadapi semakin sulitnya mendapatkan lahan ini, menurutnya KKS sudah menerapkan metode pengeboran klaster, meski tetap ada nilai positif dan negatif dari pola ini.

“Metode ini memberikan jaminan terhadap ketersediaan lahan, karena titik-titik pengeboran dilakukan di satu kawasan. Artinya tidak mesti cari-cari lagi, tapi persoalannya biaya operasional terbilang tinggi karena pengeboran dilakukan dengan cara miring,” kata dia.

Terkadang, ia menambahkan, KKS masih memilih mencari lahan ketika ada yang menawarkan dengan yang harga murah.

“Ini juga ada resikonya, apakah KKS mau berantem terus dengan masyarakat ?. Lama kelamaan, saya yakin metode klaster yang akan menjadi pilihan,” ujar Tirat.

Sementara ini Sumsel menyumbangkan 10,8 persen dari produksi minyak mentah secara nasional yang berjumlah total 780.000 barrel per hari.

Artikel ini ditulis oleh: