Padang, Aktual.com – Produsen tempe di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), mulai mengeluhkan naiknya harga kacang kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tempe.
“Harga kedelai per karung dengan berat 50 kilogram naik sekitar 20 persen, sebelumnya Rp338 ribu, kini mencapai Rp380 ribu hingga Rp390 ribu,” kata salah seorang produsen tempe, Zainal Efendi (60) di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (6/9).
Meski demikian pihaknya tidak ingin menaikkan harga tempe di pasaran, dan memilih ambil alternatif pengurangan jumlah produksi.
“Kami tidak menaikkan harga jual tempe karena khawatir pelanggan lari. Untuk menyiasatinya terpaksa jumlah produksi dikurangi,” katanya.
Selain mengurangi jumlah produksi, bisnis tempe rumahan itu juga harus mengurangi pekerja untuk mengurangi pengeluaran.
“Biasanya pekerja saya enam orang, karena kondisi sekarang saya hanya pekerjakan empat orang saja,” katanya.
Ia berharap pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai yang naik seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar, karena bahan baku tempe itu masih diimpor.
“Kami berharap peran pemerintah, jika harga kedelai terus merangkak naik, maka produksi akan terhenti,” katanya.
Sementara Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar Ramal Saleh menilai kenaikan harga kedelai impor wajar menyusul lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Hanya saja ia mengajak seluruh pihak terkait berfikir solutif, dengan menjadikan momen tersebut untuk menerapkan kebijakan Industrialisasi substitusi impor (ISI).
Yaitu kebijakan perdagangan yang mendukung penggantian barang impor asing dengan barang produksi dalam negeri.
“Ini harus jadi momen menumbuhkan semangat bertanam kedelai, selain untuk memenuhi kebutuhan juga bisa membuat kedelai lokal lebih kompetitif ke depan,” katanya.
Langkah tersebut, katanya, secara otomatis juga akan membuka peluang lapangan kerja masyarakat.
Ia mengatakan pemerintah bisa mendorong dengan memberi insentif atau bantuan bibit kedelai, dengan acuan nantinya bisa melakukan swasembada.
“Tidak hanya untuk kedelai, ini juga mesti diterapkan ke komoditas impor lain,” katanya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: