Jakarta, Aktual.co — Harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), raja rimba tanpa wilayah kekuasaan. Predator tertinggi dalam rantai makanan di Pulau Sumatera ini pada akhirnya tanpa taring menghadapi manusia.
Hutan-hutan lebat Sumatera tumbang satu per satu oleh excavator yang dicukongi para pengejar kapital. Sang raja rimba terkepung di dalam hutannya sendiri, terjerat oleh sling kawat yang sengaja dipasang di tengah hutan lindung hingga perkebunan sawit dan akasia.
Ruang gerak dari subspecies harimau yang tersisa di Indonesia ini semakin terbatas dengan menciutnya tutupan hutan alam yang terbentang dari Aceh hingga Lampung. Habitat asli dari sang raja rimba ini pun tercerai-berai oleh perkebunan dan pemukiman.
Tidak heran jika Direktur Program Sumatera dan Kalimantan WWF Indonesia Anwar Purwoto mengatakan pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk konservasi Harimau Sumatera adalah menyatukan kembali habitat asli yang terfragmentasi, membangun kembali koridor jelajah dari predator yang terancam punah ini.
Layaknya seorang raja, akhirnya raja rimba yang ditakuti ini pun membutuhkan pengawalan. Perlindungan oleh manusia dari ancaman manusia itu sendiri.
Ranger lah yang ditugaskan untuk mengawal satwa liar sekaligus habitatnya dari ancaman manusia lain. Tugas mereka tidak lah ringan karena berhadapan dengan manusia, alam, sekaligus sang raja rimba.
Banyak dari para ranger bekerja dengan sedikit atau bahkan tanpa dukungan perlengkapan yang memadai dan pelatihan yang tepat, serta merelakan waktu mereka jauh dari keluarga dalam waktu lama saat berada di dalam hutan.
Tidak hanya keterbatasan perlengkapan dan pelatihan, di Indonesia keterbatasan jumlah ranger pun diakui pemerintah sebagai masalah dalam melaksanakan konservasi satwa liar. Dengan luas hutan mencapai 130 juta hektare (ha), menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Sonny Partono, jumlah polisi hutan hanya mencapai 8000 orang, yang artinya masing-masing mereka harus menjaga wilayah seluar 15.000 ha.
Thin Green Line Foundation mengeluarkan statistik yang menunjukkan 1000 ranger terbunuh saat bertugas melindungi satwa liar dalam 10 tahun terakhir. Itu sama artinya dengan dua ranger terbunuh dalam satu minggu, setiap minggu dalam dekade terakhir ini.
Ranger profesional Sebuah tantangan besar bagi Indonesia untuk dapat memenuhi target Tx2, menggandakan populasi harimau dan nol perburuan liar di 2020, dengan jumlah ranger yang ada saat ini. Tantangan lain yakni mengetahui secara pasti jumlah Harimau Sumatera yang ada di habitat aslinya.
President Ranger Federation of Asia (RFA) Rohit Singh mengatakan keberadaan ranger sangat penting dalam upaya konservasi, melawan perburuan liar. Karena itu jelas jumlah ranger jauh lebih penting dibanding jumlah kamera trap yang dipasang untuk mengawasi satwa liar di dalam hutan.
Namun sayangnya, menurut dia, kondisi para ranger hampir di semua negara Asia cukup menyedihkan. Mereka dibayar rendah dan tidak dibekali dengan pelatihan dan peralatan yang memadai selama menjalankan tugas.
Karena itu, ia mengatakan RFA bersama dengan the International Ranger Federation (IRF) dan WWF melakukan inisiatif bersama meningkatkan standar kerja dan kesejahteraan para ranger di seluruh Asia. Termasuk salah satunya meluncurkan ide asuransi bagi para ranger yang bekerja menantang bahaya demi melindungan satwa liar.
Inisiatif untuk meningkatkan standar kerja dan kesehteraan para ranger di Asia dilakukan mulai 31 Juli 2014 hingga 31 Juli 2017, dengan target menaikkan profile ranger secara signifikan di regional dan memperbaiki kondisi kerja serta kapabilitas para ranger. Fokus aksi yang akan dilakukan yakni meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnya keberadaan para ranger, sehingga perlu adanya upaya meningkatkan profesionalisme ranger sekaligus mempromosikan pentingnya standarisasi kerja para pelindung satwa liar dan habitatnya ini.
Data WWF 2012 menyebutkan dari 135 lokasi situs harimau dengan kondisi kritis menunjukkan 64 persen dari ranger tidak dilengkapi peralatan lengkap, sedangkan 66 persen tidak diberikan pelatihan yang memadai.
Sementara itu, Anwar Purwoto mengatakan sebagai upaya pengamanan konservasi tentu jumlah dan kapasitas ranger sangat perlu. Namun demikian, tentu penambahan jumlah polisi hutan tentu bukan dominan perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja tetapi juga Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Tidak hanya tugas pemerintah, menurut dia, jika berkaitan dengan upaya konservasi seharusnya masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan ikut dilibatkan. Terlebih lagi bagi masyarakat yang memang hidup berdekatan dengan kawasan konservasi.
Guna menutupi kekurangan ranger di lapangan, Anwar mengatakan pemerintah dapat mengoptimalkan semua fasilitas dan teknologi yang dimiliki untuk melindungi keberadaan Harimau Sumatera, dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan citra satelit untuk mengetahui kondisisi tutupan hutan alam yang menjadi habitat sang raja rimba.
“Tinggal mau apa tidak kemampuan yang dimiliki pemerintah itu dimanfaatkan dengan tepat, jika teknologi itu dengan tepat digunakan saja sudah sangat membantu,” ujar dia.
Sumatera Regional Leader WWF Indonesia Suhandri pun mengatakan jika ranger tidak diperkuat maka pemerintah akan sulit dapat melindungi satwa liar. Jumlah ranger yang kurang tidak boleh menjadi alasan bagi pemerintah lemah dalam melaksanakan konservasi.
“Tidak bisa bilang ranger sedikit terus pengawasan lemah. Dari dulu jumlah ranger juga segitu, tapi bagaimana kerja sama dibentuk dengan masyarakat termasuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat-red), memanfaatkan citra satelit untuk melindungi populasi Harimau Sumatera itu yang seharusnya dilakukan,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh: