Bali, aktual.com – Dekan Institut Bank Pembangunan Asia (ADB) Prof Naoyuki Yoshino mendorong Indonesia membangun teknologi sendiri untuk industri tertentu agar keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

“Jika Indonesia tidak bisa membangun teknologi sendiri, akan tetap berada dalam jebakan negara berpenghasilan menengah,” katanya dalam Forum Internasional Tahunan Kebijakan Publik dan Pembangunan Ekonomi (AIFED) ke-9 di Nusa Dua, Bali.

Ia memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa bertumbuh 0,5 persen melalui adopsi teknologi baru. Industri yang berpotensi besar menyumbang adopsi teknologi baru di antaranya mesin dan kendaraan bermotor.

Saat ini, lanjut dia, teknologi yang ada di Indonesia untuk sektor industri tersebut masih diadopsi atau menjadi milik negara lain. Investor, kata dia, akan tetap bertahan ketika iklim investasi berjalan kondusif.

“Ketika tenaga kerja atau biaya produksi lebih murah di negara lain, perusahaan akan pindah ke sana dan membawa serta teknologinya,” imbuhnya.

Ia menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia masih tertinggal dari negara lain, di antaranya pengeluaran untuk riset dan pengembangan (RnD) yang masih rendah dari sektor swasta. Sebagian besar atau 80 persen RnD, kata dia, masih dilakukan pemerintah dan universitas.

Di sektor manufaktur, lanjut Yoshino, hanya beberapa perusahaan besar yang masih terbatas fokus dalam inovasi.

Selain itu, ia menyebut masih adanya hambatan dalam tenaga kerja, biaya investasi yang substansial, kurangnya insentif untuk mendorong inovasi dan kurangnya pengetahuan dan teknologi.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa salah satu faktor agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah adalah kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM).

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia akan dioptimalkan oleh pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun kualitas SDM.

Sedangkan terkait teknologi, Suahasil mengatakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan insentif pajak di antaranya super deduction tax hingga 300 persen bagi investor yang melakukan riset sekaligus produksinya (RnD) di Indonesia. Dengan insentif fiskal itu, Indonesia diharapkan mendapatkan alih teknologi.

Untuk menjaga agar investor tersebut tidak hijrah keluar Indonesia dan membawa serta teknologinya, ia mendorong agar iklim investasi di Tanah Air dijaga tetap kondusif.

“Faktor infrastruktur, lingkungan bisnis, human capital harus baik. Jangan sampai tidak ada faktor ini, kemudian riset di Indonesia tapi produksi barang di tempat lain,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. [Eko Priyanto]

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin