Jimly Asshiddiqie mengatakan Pemerintah tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk calon tunggal dan untuk mengatasi polemik calon tunggal, Komisi Pemilihan Umum kemungkinan akan menambah jangka waktu pendaftaran.

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar jangan ada pihak yang coba-coba melanggar kesepakatan moratorium (penghentian sementara) proyek reklamasi Teluk Jakarta. Peraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia tahun 1990 ini menegaskan reklamasi terkait dengan banyak hal lain. Sehingga harus mempertimbangkan lingkungan, tidak hanya fisik tapi juga lingkungan sosial.

“Jangan pembangunan hanya pertimbangkan ekonomi saja tapi mengabaikan analisis lingkungan. Dan saya menilai analisis lingkungan kurang mendapat perhatian di proyek reklamasi,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara UI ini, kepada Aktual.com, di Jakarta, dua hari lalu.

Dengan adanya pengabaian terhadap analisis lingkungan, menurut dia, moratorium reklamasi Teluk Jakarta sudah tepat. “Jadi jangan lagi ada yang coba-coba melanggar moratorium,” kata Jimly.

Terkait pernyataan dari Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengatakan ada tumpang tindih di aturan reklamasi Teluk Jakarta, Jimly berpendapat itu bisa diselesaikan lewat prinsip hukum. Aturan hukum, ujar dia, adalah buatan manusia. Sehingga wajar ada pertentangan.

Kendati demikian, sudah ada jalan keluar untuk mengurai pertentangan pendapat tersebut. Sebab prinsip hukum di praktiknya sudah jelas menyebutkan kalau aturan yang lebih rendah harus mengikuti aturan yang lebih rendah. Dan, aturan yang lama dikalahkan oleh aturan yang baru.

“Prinsip begitu sudah ada di dalam praktik. Jadi misal kasus reklamasi ini dibawa ke pengadilan, yang menang ya jelas aturan yang berlaku sekarang. Begitu juga kalau dengan yang berlaku adalah aturan yang lebih tinggi,” ujar pria yang pernah jadi Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) ini.

Namun fakta di lapangan, pada 21 April lalu, anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL) yakni PT Muara Wisesa Samudera (MWS), terang-terangan akui masih terus lanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta yang ilegal alias tanpa memenuhi aturan yang berlaku. (Baca: Puluhan Wartawan ‘Dikerjain’ Humas MWS, Gelagepan Saat Doorstop)

Assistant Vice President Public Relation & General Affairs PT MWS Pramono berdalih belum hentikan proyek karena masih merapihkan pekerjaan teknis dalam rangka menghentikan sementara proyek. “Menindaklanjuti itu (moratorium) kami sedang merapikan pekerjaan teknis,” ujar dia, saat konfrensi pers di Pluit, Jakarta Utara.

Dia juga berdalih mesti melakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum menghentikan proyek. Sayangnya, Pramono tidak mau menjelaskan berapa lama waktu yang diperlukan dalam merapihkan pekerjaan teknis tersebut. Dia hanya mengatakan, “Kami perlu mengkaji analisa untuk menjaga safe and safety. Berapa lama waktunya belum bisa ditentukan.”

Peneliti Indonesian Center Environment Lawyer (ICEL) Rayhan Dudayev, juga membeberkan masih berjalannya proyek di Pulau G. Dia menyebut PT MWS bahkan menolak diawasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menurut Rayhan, sikap membangkang seperti itu harusnya bisa dipidana berdasarkan UU NO 23 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Ketegasan pemerintah ke pengembang pun dipertanyakan. Dia pun menuding moratorium hanya langkah politik meredam kegaduhan saja.

Artikel ini ditulis oleh: