Jakarta, Aktual.com – Komisi IV DPR RI mengusulkan Program asuransi nelayan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan (PPNPI) pada tahun 2015. Namun, program ini terancam jadi pepesan kosong lantaran masih tergolong baru dan tinggi risiko.
Program yang akan masuk draft RUU ini telah didukung Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Bahkan, Susi menyatakan akan memotong gaji para pegawainya guna mengcover perlindungan kepada nelayan ini. Tiap jiwa, diharapkan dapat mengantongi hingga Rp50 juta sebagai klaim maksimal.
“Dasar pertimbangannya, nelayan selama ini tak mendapat pertanggunggan dari negara, saat tertelan samudera. Bagaimana pertanggungjawaban negara?” ujar Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi di DPR, Jakarta, Kamis (18/6).
Viva menuturkan, asuransi nelayan diberikan mengingat pada persoalan pertanian, dimana petani lebih dulu mendapatkan pertanggungan, yakni pada komoditasnya saat mengalami kegagalan panen akibat banjir, hama, dan lain-lain. Oleh karenanya, nelayan yang memiliki risiko kematian akan mendapat pertanggungan jiwa.
“Yang akan membayar premi itu negara, baiknya kerjasama dengan BUMN dan dikordinasikan dengan OJK,” tuturnya.
Mekanisme yang diusulkan Komisi IV untuk mengeluarkan asuransi nelayan ini akan berpedoman pada data Badan Pusat Statistik (BPK). Selanjutnya apabila terjadi kecelakaan kerja maka para nelayan ataupun keeluarganya dapat mengklaim asuransi untuk menjalankan kehidupannya kembali.
Namun sayangnya, lanjut dia, selama ini tidak ada asuransi yang bersedia memberikan perlindungan bagi nelayan. Alasannya terdapat risiko terlalu besar dan para nelayan selama ini tak sanggup membayar premi mandiri.
“Ini menjadi tanggung jawab negara untuk membayarkan premi, sehingga ketika berada di laut nelayan akan terlindungi,” katanya.
Selain itu, nelayan tangkap atau pembudidaya ikan beresiko gagal panen saat bencana datang. Tak hanya asuransi jiwa, para nelayan juga akan dijamin dari segi permodalan. Selama ini banyak pembudidaya ikan yang tidak mampu mengembankan usahanya, bahkan terpaksa gulung tikar karena kurangnya permodalan.
“Jaminan kepada nelayan dan pembudidaya ikan diberikan saat sedang memasuki masa paceklik, dalam setahun bisa berlangsung lama antara 3 sampai 4 bulan,” ungkapnya.
Namun, yang menjadi kendala, kata Viva, Bank tidak bersedia menjamin karena memang kebanyakan dari nelayan tidak memiliki sertifikat rumah sebagai agunan pinjaman.
“Kondisi tersebut membuat nelayan semakin terbelakang hingga dari tahun ke tahun berdekatan dengan garis kemiskinan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh: