Jakarta, Aktual.com — Forum diseminasi Hasil Studi ASEAN Cost in Oncology yang digelar pada Senin (11/04) di Aula Siwabessy Gedung Prof Sujudi Kemenkes RI ini dihadiri oleh para pemegang kepentingan baik dari pemerintah, asosiasi kedokteran, organisasi pasien, dan manajemen rumah sakit.
Tujuannya yaitu, mendiskusikan pengendalian kanker dan upaya yang dapat dilakukan bersama lintas sektor di Indonesia.
Dalam studi ‘ACTION’ ini, Indonesia mengikutsertakan 2.335 pasien dari total partisipan yang baru terdiagnosis kanker. Dan, partisipan ini berasal dari 10 rumah sakit yang tersebar di delapan kota besar di Tanah Air.
Dan hasilnya yakni, lebih dari 70 persen pasien mengalami kematian atau pun beban keuangan yang sangat memberatkan dalam kurun waktu 12 bulan setelah terdiagnosis kanker.
Sementara itu, biaya terapi yang ditanggung sendiri mencapai 24 persen dari biaya rumah tangga, yang selanjutnya menyebabkan beban ekonomi lingkungan dan pada akhirnya menyebabkan beban ekonomi di tingkat nasional.
Terkait hal itu, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia memaparkan pendapatnya bahwa, pergeseran pola penyakit di Indonesia kini menimbulkan beban ganda bagi pemerintah di mana masih membutuhkan perhatian ekstra terhadap penyakit seperti kanker.
“Pergeseran pola penyakit di Indonesia telah menimbulkan beban ganda bagi pemerintah, di mana upaya mengatasi penyakit menular masih menjadi prioritas. Namun, kita juga harus mengantisipasi meningkatnya kejadian penyakit tidak menular, walaupun tidak memerlukan perhatian seperti kanker,” ungkap dokter Hasbullah, kepada Aktual.com, di Kemenkes, Jakarta, Senin (11/04)
Hasbullah melanjutkan, bahwa Indonesia saat ini telah memiliki kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan sebuah bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan perhatian masalah kesehatan. Dan Studi ACTION ini telah dilakukan sebelum program JKN ada, Jadi keduanya dapat memberikan peningkatan akses terhadap layanan penatalaksanaan kanker sesuai standar
Lebih lanjut Hasbullah menjelaskan, bahwa dengan kehadiran JKN beserta program-program kesehatannya, seharusnya mampu menekankan dampak negatif akibat kanker.
“Kanker tidak saja menjadi fatal akibat keterlambatan diagnosis dan penanganan karena rendahnya kesadaran masyarakat atau pun keterbatasan infrastruktur dan tenaga ahli, tetapi juga menimbulkan bencana keuangan bagi sebagaian besar pasien. Ditekankan bahwa keberadaan program JKN harus mampu mengurangi dampak negatif akibat kanker dan pasien diharapkan mendapatkan akses memadai dari layanan primer dan sekunder untuk penapisan dan diagnosa hingga layanan terapi sesuai standar medis,” katanya lagi menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: