Jakarta, Aktual.com – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Najib Taufiq bantah jika program Prona tidak berjalan di Jakarta.
Kata dia, di DKI Jakarta sebenarnya ada 3.500 Prona yang dibagi-bagikan. Meski diakuinya, jumlah itu memang terbilang sedikit. Najib beralasan ada berbagai faktor yang membuat Program Prona terbilang jarang dijalankan di Jakarta.
Pertama, karena kesulitan memilih objek Prona. “Yakni warga miskin ke bawah. Itu sulit,” ujar dia, kepada Aktual.com, usai diskusi di DPP GMNI, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/8).
Kesulitan lainnya, seringkali pihak kelurahan setempat ternyata tidak mau mengeluarkan surat keterangan untuk sebuah pemukiman kumuh. “Kalau lurah setempat tidak mau keluarkan surat itu, apa bisa kami (BPN) keluarkan sertifikat? Ya ngga bisa,” ujar Najib.
Padahal, surat keterangan dari lurah itu merupakan salah satu syarat bagi BPN untuk keluarkan sertifikat tanah bagi warga yang mengajukan.
“Jadi kami tergantung lurah saja. Karena mereka (lurah) yang menjelaskan di surat itu bahwa si warga misal sudah menggarap di atas tanah negara sejak tahun sekian. Mereka (kelurahan) yang tahu. Kalau tidak ada surat dari kelurahan ya tidak ada kewenangan buat kami untuk membuat sertifikat atau tidak memenuhi syarat,” ucap dia.
Selain terkait kelurahan, faktor lain yang jadi penyebab BPN terganjal untuk membuat sertifikat adalah terkait peruntukkan lahan. Misal untuk warga di bantaran sungai yang peruntukan lahannya untuk kawasan terbuka hijau. “Maka kami (BPN) tidak akan berani keluarkan sertifikat, karena tata ruangnya tidak sesuai. Sertifikat harus sesuai tata ruang,” ucap dia.
Diketahui, Program Prona adalah untuk memberi kesempatan bagi warga miskin atau kurang mampu untuk mengajukan pembuatan sertifikat tanah secara gratis. Program sudah berlaku sejak tahun 70-an.
Sebelumnya, muncul pertanyaan dari Kuasa Hukum Warga Bukit Duri Vera WS Soemarwi, mengapa program Prona tidak dijalankan di Jakarta? Padahal, kata dia, ada sekitar 45 persen atau hampir setengahnya tanah-tanah di Jakarta belum bersertifikat. Dampaknya, kata Vera, saat penggusuran warga diberi stigma sebagai penduduk liar yang menempati tanah negara atau pengokupasi tanah negara.
Artikel ini ditulis oleh: