Bangkok, Aktual.com – Sebuah media berita Thailand yang terhubung dengan mantan perdana menteri yang diasingkan, Thaksin Shinawatra diperintahkan ditutup karena liputannya tentang protes anti-pemerintah di Bangkok, saat para demonstran kembali bersiap turun ke jalan di hari keenam.

Voice TV, situs web yang sebagian dimiliki keluarga Thaksin, adalah salah satu dari empat organisasi media yang dikecam karena melaporkan gerakan protes pro-demokrasi yang dipimpin para anak muda dan telah mengkritik pemerintah.

Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota setiap hari untuk berdemonstrasi, melanggar larangan yang diberlakukan akhir pekan lalu yang melarang pertemuan lebih dari empat orang.

Mereka menuntut pengunduran diri perdana menteri, Prayut Chan-O-Cha – yang pertama kali berkuasa melalui kudeta – dan reformasi monarki kerajaan yang kuat.

“Kebebasan media penting tetapi dalam beberapa kasus ada beberapa media yang menyebarkan informasi yang menyimpang yang memicu keresahan,” kata Prayut kepada wartawan setelah rapat kabinet menyusul putusan di pengadilan Bangkok pada Selasa (20/10).

Kantor media tersebut diduga menerbitkan dan menyiarkan materi yang “melanggar undang-undang kejahatan komputer dan dekrit darurat”, menurut Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat.

Eksekutif Voice TV Makin Petplai membantah liputan protes telah membahayakan keamanan nasional.

“Selama 11 tahun, Voice TV telah berkomitmen terhadap demokrasi, memberikan ruang bagi opini warga dari semua sisi dengan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab terhadap fakta,” katanya dalam sebuah pernyataan di situsnya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (21/10).

Komentator politik Voice TV Virot Ali mengatakan stasiun tersebut akan terus menyiarkan daring sampai menerima perintah tertulis dari pengadilan.

“Ini campur tangan langsung negara,” katanya. “Kami dipilih karena negara ingin menghalangi platform lainnya.”

Putusan pengadilan itu dikeluarkan sehari setelah Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat mengatakan telah menandai lebih dari 325.000 pesan di platform media sosial yang melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer, yang menurut para kritikus digunakan untuk memberangus perbedaan pendapat.

Tagar #SaveFreePress menjadi trending di Thailand pada hari Senin.

Pengadilan belum mengumumkan keputusan apakah akan menutup tiga media lainnya.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i