Jakarta, Aktual.com – Pemerintah belum merumuskan kebijakan dan regulasi baru untuk mengatasi permasalahan pembebasan lahan sebagai keperluan pembangunan pembangkit listrik. Selama ini, permasalah pembebasan lahan dipandang banyak pihak sebagai sandungan utama hingga menyebabkan proyek 35.000 MG diperkirakan menjadi terlambat dari target yang diharapkan.
Namun kendati tidak ada kebijakan baru, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman masih yakin melalui Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 dan UU Nomor 2 Tahun 2014, pembebasan lahan bisa teratasi dengan baik.
“Sudah ada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, lalu ada lagi UU Nomor 2 Tahun 2014 mengenai pembebasan lahan. Diharapkan dua hal ini akan membantu masalah RTRW bisah diselesaikan dengan baik, termasuk masalah menyangkut tana masyarakat,” kata Jarman di Jakarta, Jumat (30/9).
Kemudian dia menambahkan, saat ini Power Purchase Agreement (PPA) yang telah dilakukan mencapai 55 persen dari target 100 persen pada tahun ini. Dia berharap, dengan waktu tersisa menjelang akhir tahun, pihaknya mampu menyelesaikan 45 persen yang belum agreement (PPA)
“PPA sudah 55 persen, targenya tahun ini selesai 100, jadi diharapkan yang 45 persen itu tahun ini diselesaikan,” tandasnya.
Sementara Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan proyek 35 GW menghadapi permasalahan yang serius, dari berbagai PPA yang dilakukan antara PT PLN dengan swasta, ternyata pihak Independent Power Producer (IPP) masih kebingungan dan belum tahu proyek tersebut akan dibangun dimana, karena pihak PLN juga belum menentukan titik lokasi proyek.
“Masalah serius ketika PLN diminta menentukan titik koordinatnya, karena untuk dimasukkan ke perencanaan tata ruang harus ada titik koordinat, dia tidak mau. Karena kalau nanti ditetapkan, tanah sekitar itu jadi naik. Sementara ada listrik swasta yang tidak tahu dia mau bangun dimana? Belum ada izin lokasi tapi dia sudah menang dan sudah PPA,” kata Anggota DEN, Syamsir Abduh.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka

















