Jakarta, Aktual.com — Indikasi adanya penyalahgunaan kewenangan dan nepotisme dalam proyek pembangunan terminal LNG (Gas Alam Cair) di Bojonegara, Banten, Jawa Barat tak luput dari perhatian International NGO for Indonesia Development (INFID).

Program Manager INFID, Khoirun Nikmah mengatakan bahwasanya tidak wajar bila PT Bumi Sarana Migas milik anak Wapres JK, yakni Solihin Kalla mendapat proyek tersebut tanpa melalui proses tender dari PT Pertamina (Persero).

“Proyek di atas Rp5 miliar berdasarkan Peraturan Presiden No 4 tahun 2015 harus ada tender. Menurut saya seluruh perusahaan harus diperlakukan sama dan pemerintah termasuk BUMN juga berlaku adil dengan semua perusahaan,” tutur Aktivis alumni Universitas Brawijaya itu kepada Aktual.com, Selasa (12/4)

Dia kembali menegaskan proses proyek tersebut telah terjadi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan.

“Kalau tidak ada tender, tentu saja berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Apalagi kalau perusahaan tersebut dekat dengan pejabat pemerintah,” pungkasnya.

Untuk diketahui kerja sama ini sudah sampai pada tahap penandatanganan Head of Agreement (HoA) yang dilakukan pada 1 April 2015 lalu oleh Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani dan Direktur PT Bumi Sarana Migas Solihin Kalla serta disaksikan langsung oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto

Dalam pejelasan Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro menyatakan persetujuan kerjasama itu hanya berdasarkan feasibility study.

“Pertimbangan itu lebih ke arah pengajuan feasibility study dari PT Bumi Sarana Migas,” kata Wianda kepada Aktual.

Ia menambahkan, Bumi Sarana Migas juga sudah memiliki beberapa partner yang dianggap berpengalaman melakukan konstruksi dari terminal LNG.

“Nah selanjutnya itu juga mereka kalau tidak salah memang sudah ada lahan juga di area tersebut, karena kan kalau proyek itu 70 persen hambatannya pembebasan lahan, nah jadi itu yang di propose kepada Pertamina,” ucap Wianda.

Berdasarkan data yang dikumpulkan, proyek LNG Receiving terminal bakal dikerjakan oleh BSM Konsorsium Company yang terdiri dari PT Bumi Sarana Migas, Tokyo Gas, Mitsui dan Pertamina. PT. Bumi Sarana Migas berdasarkan Akte Keputusan Rapat No.03, tanggal 15 Juli 2014,  oleh M. Natsir Thaif, SH, Notaris di Kabupaten Maros Sulsel berisikan bahwa:
1. Maksud/tujuan usaha: Menjalankan Usaha-usaha di bidang Ketenagalistrikan.
2. Modal Dasar Rp40 Miliar
3. Modal Disetor sebesar Rp10 Miliar terdiri dari pemegang saham:
a) PT. Bumi Sarana Utama pemegang saham mayoritas.
b) PT.Maega Berkah sebagai pemegang minoritas.
4. Susunan Direksi dan Komisaris
a) Direktur Utama: Dra. Hj. Fatimah Kalla
b) Direktur; Tuan Haji Solichin Jusuf Kalla
c) Komisaris Utama; Ir. Hj. Farida Kalla
d) Komisaris; Andi Burhanuddin Lestim, SE, MM

PT. Nusantara Gas Services (PT PMA) dengan Izin Prinsip Penanaman No.1740/1/IP/PMA/2014 adalah perusahaan yang akan menjadi operator PT. BSM untuk mengoperasikan terminal Bojonegara Banten.

1. Tujuan usaha: Industri Pemurnian dan Pengolahan Gas
2. Modal Dasar Rp500 Miliar.
3. Modal Disetor Rp125 Miliar oleh:
a) PT. Bumi Sarana Migas Rp25 Miliar
b) JKM Capital Pte Ltd Rp100 Miliar
4. Susunan Direksi dan Komisaris
a) Direktur:  Ir. Achmad Faisal
b) Komisaris Utama: Solihin Jusuf Kalla
c) Komisaris  Ir. Ari Hermanto Soemarno.

Seperti diberitakan sebelumnya, proyek LNG Receiving terminal di Bojonegara rawan conflict of interest. Bahkan menempatkan PT Pertamina sebagai offtaker dari proyek tersebut bisa menimbulkan kerugian dikemudian hari.  Kerja sama ini diketahui sudah sampai pada tahap penandatanganan Head of Agreement (HoA) yang dilakukan pada 1 April 2015 lalu oleh Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani dan Direktur PT Bumi Sarana Migas Solihin Kalla serta disaksikan langsung oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto.

Berdasarkan data yang diperoleh Aktual, jika dibandingkan dengan proyek Pertagas FSRU Cilamaya LNG Company, penjualan regasified LNG dilakukan dari Pertagas Cilamaya langsung ke End Customer (IPP Jawa, IPP Sunyarangi dan Pertamina Balongan). Sehingga Pertamina tidak menanggung resiko penyerapan pasar.

Selain itu, perbandingan kesiapan pasokan gas untuk proyek IPP Jawa-1 lebih baik FSRU Cilamaya. Direncanakan IPP Jawa-1 bakal menerima pasokan gas pada mei 2018, sedangkan FSRU Cilamaya direncakan akan selasai pada awal tahun 2018. Kemudian, Land Based LNG regasification Terminal Bojonegara belum diketahui kapan akan selesai melakukan pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur, termasuk pipa lebih dari 150 Km.

Apabila dilihat dari Business Structure BSM LNG Land regasification Plant, Konsorsium BSM (BSM,Tokyo gas, Mitsui, Pertamina) akan menjual kepada PT Pertamina. Pertamina menjadi offtaker gas dari konsorsium BSM, kemudian ke final gas buyer seperti PLN, pelabuhan atau market. Pembebanan Pertamina sebagai offtaker tak lazim dilakukan sebab Pertamina menanggung risiko penyerapan gas market, menanggung pembangunan fasilitas transmisi gas dari Bojonegara ke Muara Karang, menanggung penalty keterlambatan penyaluran gas, bahkan dilihat dari analisa management risiko posisi Pertamina sangat tidak aman.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka