Jakarta, Aktual.com — PT Hutama Karya terungkap meminta pembayaran proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut di Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan, di Sorong, Papua, 2011, secara keseluruhan (100 persen). Padahal proyek pembangunan BP2IP itu baru diselesaikan sekitar 80 persen.
Hal itu terungkap saat tim teknis proyek BP2IP, Agus budihartono dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Irawan dan Sugiarto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/11).
Dia mengatakan, sempat dilaporkan oleh tim pengawas soal kemajuan pengerjaan proyek BP2IP pada Desember 2011. Dari hasil pengecekan itu, persentase pengerjaan baru 80 persen.
“Jadi yang saya jelaskan itu secara lisan, 80 persen disampaikan oleh pengawas,” ujar Agus menjawab pertanyaan dari penasihat hukum Sugiarto.
Meski baru 80 persen, sambung Agus, PT Hutama Karya mengajukan pembayaran untuk keseluruhan pengerjaan proyek BP2IP. Permintaan itu dengan alasan untuk menghindari batas akhir permohonan pembayaran di Kementerian Keuangan dan jaminan penyelesaian pengerjaan sebelum batas waktu penyelesaian hingga 31 Desember 2011.
“Tapi pengajuan pembayaran itu 100 persen, dengan perhitungan bahwa pekerjaan akan selesai 31 Desember, dengan diberikan jaminan garansi dan sebagainya,” terang Agus.
Berdasarkan surat dakwaan milik mantan General Manager PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, selaku terdakwa kasus korupsi proyek BP2IP, pembayaran yang diterima seluruhnya oleh PT Hutama Karya sejumlah Rp 87,962 miliar.
Dari pembayaran Rp 87 miliar itu, ada beberapa pekerjaan yang dialihkan yaitu pekerjaan mekanikal dan elektrikal seluruhnya sebesar Rp 10,413 miliar. Menurut Agus, pekerjaan mekanikal dan elektrikal itu memang belum selesai sebelum adanya pelaporan dari tim pengawas.
“Saat ke lokasi Oktober 2011. Iya keliatan bangunan, kecuali saluran air dan listrik,” kata Agus.
Menariknya, pekerjaan mekanikal dan eletrikal itu justru di subkontrakan oleh PT Hutama Karya, tanpa seizin Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dalam proyek ini Sugiarto. Dari anggaran dua pekerjaan itu, ternyata juga disisihkan untuk membayar ‘arranger fee’ ke oknum di Kemenhub yakni, mantan Kepala Pusat Pengembangan SDM Laut, Djoko Darmono dan Kepala Sub Bidang Keuangan, Irawan serta Bobby Reynold Mamahit (sekarang Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub).
Adapun rincian uang yang dterima oknum Kemenhub, Bobby Reynol Mamahit Rp 480 juta, Djoko Pramono Rp 620 juta, Irawan Rp 1 miliar.
Artikel ini ditulis oleh: