Rizal Ramli

Jakarta, Aktual.com — Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli akan mengabaikan “beking” yang mengambil untung dalam proyek kereta cepat Jakarta – Bandung.

Pemenang proyek kereta cepat yang jadi rebutan investor Jepang dan Tiongkok itu ditargetkan bisa ditentukan pada periode Agustus-September ini, katanya.

“Kita akan coba seadil mungkin. Kita adu siapa yang paling menguntungkan Indonesia. Tapi mohon maaf, saya enggak peduli siapa ‘bekingnya’,” kata Rizal usai bertemu dengan Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Hitoro Izumi, di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Rabu (26/8).

Utusan rombongan dari Jepang itu terdiri atas tim Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan Bank for International Cooperation (JBIC) serta Kedutaan Besar Jepang di Indonesia.

Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu akan bertemu dengan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia pada Senin (31/8), untuk membahas hal yang sama.

Dengan demikian, pemerintah bisa mendapatkan gambaran lebih rinci mengenai penentuan mitra dalam pembangunan kereta cepat itu.

“Kita ingin yang terbaik buat rakyat Indonesia, bukan menguntungkan para ‘beking’. Biar jelas, kompetisinya adil. Siapapun yang menang, yang kalah, akan diterima,” ujarnya.

Rizal ingin kompetisi yang adil, transparan dan terbuka agar Indonesia mendapatkan manfaat sebesar mungkin.

Manfaat itu, lanjut dia, mencakup segi teknologi dan keamanan, pembiayaan, kandungan lokal yang tinggi serta sistem operasional oleh pihak Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Hiroto Izumi mengatakan Jepang ingin menjalin kerja sama dengan Indonesia dengan memprioritaskan kepentingan rakyat Indonesia.

“Jepang ingin melakukan kerja sama dengan Indonesia untuk rakyat Indonesia dan nantinya dioperasikan oleh orang Indonesia. Saya usulkan berbagai hal tentang itu,” katanya.

Izumi juga menyambut baik prinsip keadilan, transparan dan keterbukaan yang diinginkan pemerintah Indonesia dalam proyek tersebut.

“Kami sangat menyambut baik prinsip seperti itu dan kami ingin perdalam hubungan Indonesia-Jepang lebih lanjut,” ujarnya.

Pemerintah sebelumnya menunjuk Boston Consulting Group untuk menjadi konsultan independen dalam menguji studi kelayakan dan proposal yang sudah diajukan Jepang dan Tiongkok untuk proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Hasil rekomendasi dari konsultan tersebut akan diserahkan kepada tim penilai dari pemerintah.

Beberapa pertimbangan pemerintah dalam menentukan mitra proyek ini antara lain berdasarkan kebutuhan investasi, penerapan teknologi, penggunaan tingkat kandungan dalam negeri, harga tiket kepada penumpang, dan juga potensi efek ekonomi yang dihasilkan.

Proyek kereta cepat Indonesia yang diwacanakan memiliki kecepatan 300 kilometer per jam itu dan akan melayani rute Jakarta-Bandung. Namun, dalam dokumen studi kelayakan Jepang, terdapat wacana rute kereta cepat ini juga akan melayani konektivitas ke Cirebon, bahkan hingga Surabaya.

Untuk rute Jakarta-Bandung, kereta cepat akan memangkas waktu tempuh perjalanan dari dua hingga tiga jam menjadi sekitar 37 menit.

Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah.

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.

Sedangkan, Tiongkok melakukan studi kelayakan, setelah Jepang. Dari proposal Tiongkok, kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 5,5 miliar dolar AS.

Artikel ini ditulis oleh: