Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato saat 'groundbreaking' pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1). Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 km tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian, khususnya daerah Jakarta dan Bandung ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./kye/16

Jakarta, Aktual.com —  Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) yang groundbreaking-nya sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi mengalami kerugian. Pasalnya proyek ini nantinya tidak akan laku. Dengan begitu aset BUMN yang terlibat di dalam proyek ini ujung-ujungnya akan menjadi milik asing alias perusahaan konsorsium asal China.

“Makanya kenapa Jepang akhirnya tidak mau menggarap proyek ini, karena potensi ruginya juga besar,” tegas pengamat kebijakan publik, Agung Pambagyo di Jakarta, Sabtu (23/1).

Kata Agung, selama ini Jepang dalam melihat konsep bisnis itu lebih ke faktor untung-rugi. Sehingga ketika mengkaji proyek ini bakal rugi mereka tidak tertarik. Padahal kepentingan Jepang karena banyak pabrik-pabrik asal Jepang yang ada di jalur kereta cepat itu.

“Saya pernah bertemu dengan konsosrsium investor Jepang. Mereka melihat potensi kerugiannya sangat besar. Proyek ini tidak berprospek karena tidak akan laku dan efektif,” tandas pengamat asal UI ini.

Dia menegaskan, justru proyek ini bisa jadi memiliki deal-deal politik tertentu. Karena dalam kaca mata investor akan rugi, tapi investor China masih mau. “Bisa jadi ke depannya aset BUMN itu akan akan menjadi taruhannya,” tegas dia.

Proyek KCIC ini memang melibatkan empat BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PTPN VIII (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero). Anggaran yang digelontorkan sendiri sangat besar mencapai Rp70-80 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka