Jakarta, Aktual.com — Konsep pemerataan pembangunan sarana transportasi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dipertanyakan. Keputusan Presiden Jokowi menyetujui proyek kereta cepat Jakarta – Bandung menjadi salah satu buktinya.

Kamis (21/1) lalu, Jokowi diketahui meresmikan pelaksanaan proyek senilai USD5,5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun tersebut. Peresmian proyek ditandai dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking di Perkebunan Walini, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

“Harusnya bukan kereta cepat Jakarta – Bandung, kan bisa ke daerah lain yang masih lebih membutuhkan seperti Banten – Banyuwangi, itu menurut saya manfaatnya akan lebih merata bagi pengembangan sektor ekonomi,” ucap Dani Setiawan, saat dihubungi, Senin (25/1).

Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) itu mengatakan, empat BUMN yang terlibat dalam proyek kereta cepat juga menimbulkan pertanyaan tersendiri. Sebab, sampai saat ini publik tidak tahu seberapa besar keterlibatan empat BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dalam proyek tersebut.

Publik tahunya proyek kereta cepat dikerjakan konsorsium antara China Railway International Co. Ltd dengan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.

“Empat BUMN ini, mereka punya modal berapa sebenarnya. Jangan-jangan nanti ujungnya mereka pinjam ke Bank, BNI, BRI, Mandiri, bank-bank yang kemarin dapat pinjeman dari Cina juga. Jadi muter saja,” jelas Dani.

“Selain itu, kalau mereka gagal lalu dihadapkan pada satu situasi, BUMN itu jadi punya utang, kreditor akan menentukan kebijakan-kebijakan. Karena bagaimanapun kreditor berkepentingan utangnya dibayar,” lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh: