Jakarta, Aktual.com — Pemerintah terus mendorong teralisasinya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Padahal, proyek tersebut belum mendapatkan izin konsesi, pembangunan serta analisa dampak lingkungan (Amdal).
Menurut pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji jika proyek tersebut tetap berjalan tanpa tiga izin tersebut, jelas sekali bahwa pemerintah telah melanggar hukum Administrasi Negara. Pelanggaran itu pun terpapar jelas sanksinya.
Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pentolan pengerjaan proyek tersebut bisa saja mendapatkan sanksi keras, yaitu pencopotan dari jabatannya. Begitu yang disampaikan Indriyanto.
“Kalau level Menteri (yang melanggar) kan sangat tergantung dari Presiden (copot atau tidaknya). Kalau level eselon 1 ke bawah, bisa rotasi, mutasi dan lain-lain,” jelas Indriyanto, kepada Aktual.com melalui pesan elektronik, Senin (8/2).
Pasalnya, dugaan pelanggaran administrasi dalam proyek senilai Rp 70 triliun ini jelas terlihat jika pemerintah tetap mejalankan pembangunan tanpa melengkapi tiga izin, konsesi, pembangunan dan Amdal.
“Bisa dipandang adanya dugaan pelanggaran administratif. Karena ini ranah dari ‘Administratiefrechtelijk’ (Administrasi Negara),” kata dia.
Diketahui, hingga saat ini Menteri Perhubungan Ignasius Jonan belum mengeluarkan izin konsesi dan pembangunan untuk proyek kereta cepat itu. Hal itu lantaran ada beberapa dokumen yang diajukan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) selaku investor pembangunan proyek transportasi massal itu kurang lengkap.
PT KCIC sendiri adalah perusahaan gabungan antara Tiongkok dengan empat BUMN, yakni PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) PT Wijaya Karya (Persero) dan PTPN VIII (Persero).
Rel kereta cepat ini terbentang sepanjang 142 kilometer dari Jakarta ke Bandung. Proyek ini menelan biaya hingga Rp 70 triliun. Nantinya, kereta cepat akan terintegrasi dengan Mass Rapid Transit (MRT) di kawasan Bandung Raya dan Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu