Jakarta, Aktual.com- Rencana pengerjaan mega proyek Kereta Api Cepat (KAC) terus menuai polemik dari berbagai elemen masyarakat. Kali ini, kuasa hukum dari Tim Advokasi Tolak Kereta Cepat akan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Juru Bicara Tim Advokasi Tolak Kereta Cepat, Habiburokhman mengungkapkan, selaku kuasa hukum perwakilan negara Indonesia yakni FX Arief Poyuono, Bin Tresnadi dkk akan mendaftarkan Gugatan Class Action Pembatalan Kereta Cepat Jakar Bandung ke PN Jakarta Pusat.
“Iya, kita akan gugat, diantaranya yang kita akan gugat adalah Presiden Jokowi dan Menteri BUMN, Rini Soemarno,” paparnya, di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (14/2).
Alasan dirinya menggugat Presiden Jokowi, karena groundbreaking yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sebelum adanya izin konsesi dan izin pembangunan dari Menteri Perhubungan, walaupun sepertinya sederhana namun hal ini merupakan pelanggaran serius Azas Umum Pemerintah yang Baik (AAUPB).
“Ada kesan bahwa dua izin penting tersebut hanya akan dijadikan formalitas belaka, padahal seharusnya izin dikeluarkan setelah mempelajari dahulu seluruh aspek terkait,” ujarnya.
Habiburokhman mensinyalir, karena syarat dan prosedur dan dokumen proyek tersebut belum layak, sehingga izin sampai saat ini belum dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan.
“Kan aneh, jika memang prosedur dan kondisi terpenuhi, izin tentu dikeluarkan. Ini kan tidak,” tuturnya.
Olehnya itu, meski Presiden Jokowi sudah melakukan peresmian terhadap pengerjaan proyek tersebut, bukan berarti bahwa Menhub dipaksa untuk mengeluarkan izin sesegera mungkin.
“Ini pelanggaran serius,” jelasnya.
Habiburokhman mengungkapkan, proyek ini tidak lebih dari proyek ‘bodong’ alias ilegal, karena belum memenuhi unsur-unsur yang mesti diselesaikan sebelum pembangunan dilakukan.
” Ini sama halnya kendaraan bermotor, yang tak punya STNK kan motor bodong, nah proyek ini belum tuntas Amdalnya, izinnya, dan melabrak aturan. Jadi ini proyek bodong,” paparnya.
Habiburrokhman juga membeberkan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dilabrak dalam pengerjaan kereta api cepat ini. Salah satunya, proyek tersebut diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Jadi dari delapan daerah yang akan dilewati itu baru Kabupaten Kerawang yang sudah mencantuman ada rencana pengembangan kereta cepat. Tujuh kota dan kabupaten lainnya belum mencantumkan rencana kereta cepat ini di dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing, ” jelasnya.
Kedua , pembangunan kereta cepat ini juga diduga telah melanggar Undang Undang Nomor 32 tahun Perlindungan dan Pengelolaan Hidup.
“Dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tersebut ditegaskan bahwa sebuah program yang besar termasuk megaproyek ini harus didahului dengan kajian strategis suatu kawasan. Analisa dampak lingkungan (Amdal) sudah langsung dikeluarkan dgn cepat sementara kajian Amdal belum dilakukan,” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh: