Para pekerja melakukan proses perawatan gedung Kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Selasa (21/3/2017). Dirut baru Pertamina Elia Massa Manik menghadapi tantangan yang tidak ringan termasuk harus meningkatkan kolektivitas kerja secara internal. Selain itu, Elia juga dituntut secara eksternal terampil menghadapi kondisi industri Migas yang masih lesu dan semakin kompetitif di tingkat global. AKTUAL/Tino Oktaviano
Para pekerja melakukan proses perawatan gedung Kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Selasa (21/3/2017). Dirut baru Pertamina Elia Massa Manik menghadapi tantangan yang tidak ringan termasuk harus meningkatkan kolektivitas kerja secara internal. Selain itu, Elia juga dituntut secara eksternal terampil menghadapi kondisi industri Migas yang masih lesu dan semakin kompetitif di tingkat global. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) belum kunjung menetapkan mitra bisnisnya pada proyek pembangunan kilang minyak baru / Grass Root Refinery (GRR) di Bontang, Kalimantan Timur.

Untuk diperhatikan, pembangunan Kilang Bontang ini merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang ditugaskan kepada Pertamina agar beroperasi pada tahun 2023.

Dalam upaya itu, telah ditetapkan masa kontruksi mesti dimulai pada 2019. Namun saat ini, selain Pertamina belum menetapkan partner, proye Kilang Tuban juga menghadapi masalah lahan.

Sebenarnya berdasarkan laporan semester I 2017 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dikatakan bahwa terkait lahan ini; Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, akan menyediakan lahan seluas 300 ha di Kabupaten Bontang yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan kilang minyak dengan mekanisme pemanfaatan Barang Milik Negara menggunakan skema Kerja Sama Pemanfaatan.

Namun sebagian lahan yang diberikan untuk lokasi kilang tidak sesuai dengan RTRW Provinsi Kalimantan Timur dan Kota Bontang karena sebagian lahan tersebut saat ini diperuntukan konservasi hutan mangrove.

“Saat ini sedang dalam proses revisi RTRW untuk dapat mencakup keseluruhan lahan untuk pembangunan kilang minyak,” bunyi laporan KPPIP, Selasa (26/9).

Selain itu, dikatakan juga bahwa Pertamina sedang dalam upaya proses pembuatan perjanjian pemanfaatan lahan BMN kepada LMAN.

“PT Pertamina telah menyerahkan proposal KSO (Kerjasama Operasi) pemanfaatan BMN kepada LMAN untuk pemanfaatan lahan seluas 460 ha. DJKN dalam proses pelaksanaan appraisal nilai wajar kontribusi dan profit sharing,” jelas laporan KPPIP.

Kemudian terkait pencarian mitra, KPPIP telah mengadakan konsultan untuk menghitung harga keekonomian produk kilang minyak Bontang sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 146/2016.

Berdasarkan data yang ada, Pertamina telah menindak lanjuti dengan dilakukan project exposé pada 28 Februari 2017, yang dihadiri oleh 82 perusahaan dan 12 mitra strategis. Dari upaya itu, sebanyak 12 investor melakukan Request for Information, 8 darinya secara resmi memasukkan proposal kerjasama untuk merespon Request for Information. Namun saat ini PT Pertamina sedang dalam proses seleksi rekan strategis tersebut.

Seperti yang telah dikatakan, proyek Kilang Bontang yang akan menelan dana Rp197,58 Triliun dilaksanakan dengan skema penugasan BUMN dengan PT Pertamina sebagai Penanggung Jawab Proyek (melalui Keputusan Menteri ESDM No. 7935 K/10/MEM/2016). PT Pertamina berencana akan melibatkan pihak swasta dalam bentuk Joint Venture dalam pembangunan dan pengoperasian kilang.

Namun kendati ini menjadi penugasan Pemerintah kepada Pertamina, BUMN itu sendiri hanya akan mengambil 5 hingga 10 persen dari andil proyek, sedangkan sisanya diharapkan diambil oleh partner. Sikap kebijakan ini disinyalir karena Pertamina tidak mempunyai kekuatan finansial.

“Kita 5-10 persen saja. Kilang Bontang lebih kepada swasta. Kita ngambil posisi minimum, kemudian kita juga ngambil marketing. Jadi lebih kepada swasta,” kata Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik saat rapat dengan Komisi VII beberapa waktu lalu.
Laporan Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh: