Jakarta, Aktual.com — Perempuan nelayan dan pesisir di berbagai wilayah di Indonesia tengah mengalami berbagai ancaman akibat proyek Reklamasi Pantai. Reklamasi dianggap oleh sejumlah pihak sebagai solusi umtuk mengatasi keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk.

Faktanya, reklamasi hanyalah proyek persekongkolan antara penguasa dan pengusaha. Nelayan dan masyarakat pesisir dirampas ruang dan sumber kehidupannya.

Ketua Badan Eksekutif Nasional (BEN) Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy mengungkapkan, ancaman dampak buruk terhadap lingkungan pun meluas tidak hanya di pesisir. Rakyat, termasuk perempuan mulai menggalang penolakan sebagai gerakan perlawanan, di antaranya di Jakarta, Bali, Makassar, Kendari, Palu dan Lampung.

“Karena bagi perempuan, reklamasi membawa dampak yang berbeda dan lebih mendalam jika dibandingkan dengan lelaki. Perempuan juga memiliki inisiatif perlawanan yang khas dan berbeda untuk menolak reklamasi pantai dalam rangka memperjuangkan hak-hak mereka,” papar Puspa dalam Jumpa Pers “Perempuan Tolak Reklamasi” di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (13/3).

Menurut Puspa, situasi perempuan tidak pernah diperhitungkan dalam berbagai kebijakan dan program terkait pengelolaan pesisir.

“Termasuk soal reklamasi, tidak pernah ada data terpilah gender dan kajian dampak spesifik yang berbeda terhadap perempuan yang dilakukan pemerintah,” tuturnya.

Puspa membeberkan, pemerintah masih saja mengabaikan dampak buruk reklamasi bagi masyarakat, perempuan dan laki-laki, maupun lingkungan. Reklamasi justru terus dibangun di berbagai wilayah di Indonesia dan menjadi persoalan nasional.

“Semua proyek reklamasi di Indonesia memiliki kesamaan, yaitu syarat kepentingan pengusaha yang dilegitimasi penguasa,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka