Jakarta, Aktual.com – Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mendesak pemerintah agar mega proyek Pertamina senilai Rp700 triliun dialihkan saja ke Kementerian ESDM supaya tidak menimbulkan kegaduhan. Pasalnya, proyek tersebut berpotensi menjadi bancakan pengusaha hitam yang dapat merugikan pemerintahan presiden Joko Widodo. Saat ini, proyek tersebut dibawah wewenang Direktur Megaproyek Rachmad Hardadi yang menjadi salah satu kandidat Dirut Pertamina.
“Pemerintah harusnya mengkaji ulang penanganan mega proyek Pertamina yang bernilai sekitar Rp700 triliun yang penanganannya diserahkan ke Direktorat Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia (Dit MP3) Pertamina di bawah kendali Rachmad Hardadi. Pasalnya, jika dijalankan sepenuhnya oleh Pertamina, berpotensi menjadi ‘incaran’ dan juga ‘bancakan’ oleh pengusaha hitam bahkan juga mafia Migas sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan yang merugikan nama baik pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Selasa (28/2).
Ia menilai, proyek sebesar Rp700 triliun tidak tepat jika dikelola oleh PT Pertamina, lebih tepat jika ditangani langsung oleh Kementerian ESDM dan Bappenas di bawah pengawasan langsung presiden.
“Anggaran mega proyek yang besarnya hampir separuh dari nilai APBN sangat tidak tepat jika dikelola oleh Rachmat Hardadi mengingat Pertamina masih dalam tahap ‘bersih-bersih’ dari keberadaan dan peran mafia Migas di Pertamina,” ungkapnya.
Menurutnya, Direktorat Mega Proyek Pertamina juga menangani New Grass Root Refinery (NGRR) dan ini juga adalah tugas negara, karenanya sangat riskan jika projek pengolahan dan petrokimia itu ditangani langsung oleh Pertamina.
“Pembangunan kilang minyak haruslah ada keberpihakan pemerintah, tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada BUMN terutama terkait perencanaannya dan skema pembiayaannya,” kata Sofyano.
Sebagai BUMN Pertamina wajar saja mengusahakan sumber pendanaan untuk proyek namun tidak harus sebagai pihak yang melaksanakan proyek tersebut, katanya.
“Selain itu, apabila pembangunan kilang, bila tetap berada di Pertamina akan sangat menguras SDM mereka, khususnya SDM dari pengolahan karena direktorat mega proyek baru berdiri dan ini bisa menyebabkan terjadinya pemborosan belanja perusahan yang berdampak pada BPP dan juga bisa mempengaruhi kinerja direktorat pengolahan Pertamina tersebut,” ujarnya.
Selain itu, mengelola anggaran proyek senilai Rp700 triliun tersebut akan rawan korupsi dan itu bisa menjadi isu yang tidak sedap bagi Pertamina dan pekerjanya, maka sangat bijak jika pemerintah menunjuk kementerian ESDM dan atau Bappenas yang melaksanakannya.
“Pemerintah sebaiknya ‘menarik’ pejabat Pertamina yang ditugaskan pada Dit Mega Proyek Pertamina yang diperlukan untuk proyek itu ke kementerian atau badan yang dibentuk khusus untuk menangani mega proyek pengolahan dan petrokimia itu,” jelasnya.
Karena, menurut dia, Pertamina sebagai sebuah BUMN lebih tepat jika diposisikan sebagai pihak yang menerima hasil kerja dari pemerintah yang berupa kilang minyak dan atau petrokimia. (ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka