Suasana aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/3). Pemerintah melalui Kemenko Maritim terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar dapat memangkas Dwelling Time (kontainer dibongkar dari kapal sampai dengan keluar dari kawasan pelabuhan) meski saat ini Dwelling Time telah 3,6 hari yang sebelumnya 5-7 hari. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./pras/16

Jakarta, Aktual.com — PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk (TMAS), sebuah emiten perkapalan dan pelayaran mengaku masih terbebani dengan adanya muatan balik yang kosong, kendati konsep tol laut sudah berjalan 1,5 tahun. Kondisi ini terjadi terutama untuk daerah Indonesia Timur.

Untuk itu, perseroan TMAS berharap agar pemerintah terus menggenjot perekonomian di Indonesia Timur, sehingga muatan kosong kapal-kapal yang merapat ke sana bisa dikurangi.

“Kami tetap berharap agar muatan baluk dapat semakin ditekan. Karena kalau tetap kosoing atau terisi kecil terllau membenai ke kami. Padahal potensinya memang besar,” papar Managing Director TMAS, Faty Khusumo di Jakarta, Rabu (27/4).

Menurut Faty, dana APBN tahun ini harus lebih cepat terserap untuk pembangunan daerah, terutama di daerah Indonesia Timur. Karena hal ini dapat memicu perekonomian di daerah.

“Memang dengan adanya tol laut ini, vokume muatan meningkat. Tapi tetap belum sebsarbyang digembar-gemborkan selama ini,” lanjut dia.

Faty menambahkan, untuk muatan balik itu rata-rata hanya tertampung sekutar 5-20 persen, tapi tergantung daerahnya. Cuma untuk daerah yang pertumbuhan ekonominya bagus, seperti Palembang, Sumatera Utara, cukup besar mencapai 40 persen.

“Karena kalau dari Palembang banyak produk yang untuk diekspor. Tapi kalau dari Belawan, Sumatera Utara masih kecil, sekitar 10 persen,” tegas dia.

Beban berat memang masih terjadi di Papua. Untuk rute Biak, Manokwari, dan Jayapura dengan mengandalkan customers existing masih ada muatan balik sebanyak 20 persen. Angka ini rekatif baik jika melihat rute selatan Papua, seperti Timika dan Merauke yang hanya 10 persen.

“Tapi kami berharap tetap akan lebih baik, karena potensinya. Dan saya kura di tahun 2017 baru akan ada pertumbuhan signifikan,” jelas Faty.

Langkah yang sudah ditempuh perseroan ini, kata dia, memang sejalan dengan progran tol laut Jokowi. Yang tujuannya untuk mengurangi disparitas harga antar wilayah barat dan timur Indonesia dan penurunan biaya logistik.

“Pada intinya kami sangat menyambut baik program tol laut ini. Makanya kami fokus dengan pembukaan pelabuhan perintis di wilyahah Indonesia Timur sebagau upaya meningkatkan konektivitas antar wilayah,” ujar Faty.

Kinerja perseroan sendiri, kendati masih terbebani dengan muatan balik yang belum besar menunjukkan kinerja positif. Di 2015, mencatatkan laba bersih sebesar Rp 317,17 miliar, laba tersebut meningkat sebesar 55,76% dibanding tahun lalu yang mencatatkan laba sebesar Rp 203,631 miliar.

Peningkatan laba ini didorong oleh pendapatan jasa sebesar Rp 99 miliar yang naik 6,57% dibanding tahun lalu. Selain itu, TMAS juga berhasil menurunkan biaya operasi sebesar 21% dibading tahun sebelumnya. Pelepasan aset juga memberi kontribusi terhadap peningkatan laba hingga Rp 24 miliar.

“Penambahan pendapatan senilai Rp 99,233 miliar menjadi Rp 1,621 triliun. Peningkatan pendapatan ini ditopang oleh naiknya volume muatan dari 270,104 TEUs menjadi 284,175 TEUs atau naik 5,21%,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan