“Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Gagal, Konsep Pemerataan dan Inequality Adalah Kebijakan Paranoid”

 

Jakata, Aktual.com – Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, mengemukanya konsep pemerataan dan inequality menjadi orientasi baru pemerintah setelah stag pada proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2018 yang ditargetkan 5,4 persen gagal.

Menurutnya, peralihan fokus untuk menurunkan ketimpangan dinilai sebagai kebijakan paranoid. Padahal, pertumbuhan ekonomi berperan penting untuk mengurangi ketimpangan, jika pertumbuhan ekonomi tak tinggi maka tidak bisa dihindari kemiskinan dan pengangguran juga pasti akan tinggi.

“Yang ada justru sangat stagnan perolehan ekonomi kita. Bahkan kemudian pemerintah orientasinya jadi berubah. Belakangan mereka malah ngelesnya mau menurunkan ketimpangan. Sehingga konsep pemerataan dan inequality sekarang mulai mengemuka,” kata Bhima dalam acara diskusi publik “Menakar RAPBN 2018 dan Agenda Nawacita”, di Jakarta, Jumat (25/8).

Disinyalir, ketidakmampuan pemerintah dalam menggenjot perekonomian Indonesia menjadi indikator sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2018 yang ditargetkan 5,4 persen hanya sebatas ambisi tanpa realisasi.

“Karena itu sangat ambisus, tapi tak realistis. Mau dari mana bisa di angka itu. Sementara outlook semua negara di dunia masih akan melambat. Dan China juga melambat. Dengan begitu kita akan terkena dampaknya,” katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa peran China juga berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia, kata dia, perekonomian negeri itu juga sedang anjlok, sehingga tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini ekspor-impor sangat tergantung pada China.

“Bahkan disebut, jika ekonomi China turun 1 persen, maka ekonomi kita akan turun 0,11 persen. Itu yang harus diantisipasi oleh pemerintah,” ujar dia.

Berikut cuplikannya:

Laporan: Warnoto