Jakarta, Aktual.com – Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal pandemi yang diberlakukan Pemerintah DKI Jakarta akan membuat proses pemulihan ekonomi nasional kian sulit.

“DKI Jakarta menyumbang sekitar 15-17 persen kue ekonomi nasional. Apabila perekonomian DKI Jakarta melambat bahkan terkontraksi, ini akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia,” kata pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet di Jakarta, Kamis (10/9).

Yusuf menjelaskan ketika pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta minus 8,22 persen pada kuartal kedua, kondisi itu tidak tepaut jauh dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga minus 5,32 persen.

“Pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua minus 5,32 persen akibat dipengaruhi sedikit banyak dari kinerja perekonomian di DKI Jakarta,” kata Yusuf.

“Berangkat dari fakta bahwa DKI Jakarta adalah salah satu penyumbang ekonomi terbesar di Indonesia, tentu ini akan berdampak terhadap semakin besar pula peluang ekonomi Indonesia akan tetap berada di level negatif pada kuartal ketiga,” tambahnya.

Sementara itu, bila dikaitkan dengan potensi yang sering dibicarakan orang belakangan ini tentang resesi, pengetatan PSBB di Jakarta diproyeksikan akan berpeluang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ketiga berada di level negatif.

“Karena kuartal kedua Indonesia sudah minus, tinggal kuartal ketiga lagi perdebatannya akan mencapai titik positif atau enggak. Kalau negatif, maka secara teknikal Indonesia akan terkena resesi sebab mengalami pertumbuhan minus dua kali berturut-turut,” kata Yusuf.

Kebijakan PSBB di Jakarta yang meniadakan kegiatan perkantoran telah memberikan sentimen negatif terhadap Indeks Hasil Saham Gabungan (IHSG), Kamis, 10 September 2020. Pelemahan IHSG mencapai 5,0 persen pada pukul 10.36 WIB.

Kondisi IHSG kali ini sentimen secara nasional karena investor melihat tren kasusnya sudah semakin meningkat, apalagi dikonfirmasi dengan langkah Pemprov DKI Jakarta melakukan PSBB yang lebih ketat, bukan lagi PSBB transisi.

“Investor membaca ini sebagai ada kemungkinan proses pemulihan ekonomi akan lebih lama, sehingga beberapa investor mengambil keputusan untuk sementara keluar dari situasi yang memang bagi mereka belum menguntungkan,” kata Yusuf.

“PSBB Jakarta yang diperketat kembali akan berpeluang membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ketiga berada pada level negatif. Sehingga secara teknikal Indonesia akan terkena resesi, karena pertumbuhan minus dua kuartal berturut-turut,” tambahnya.

Diketahui, angka rata-rata kasus positif COVID-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berada di bawah 5,0 persen.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lantas menginjak rem darurat dengan resmi mencabut kebijakan PSBB Transisi dan memberlakukan kembali PSBB Total.

Keputusan itu diambil berdasarkan tiga indikator, yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur dan ICU khusus pasien COVID-19, serta tingkat kasus positif di Jakarta.

Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat ini mulai 14 September 2020, namun belum diketahui kapan berakhirnya. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin