Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi memberikan keterangan kepada awak media seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Jakarta, Selasa (8/3). Nurhadi diperiksa sebagai saksi terkait suap permintaan penundaan pengiriman putusan kasasi perkara korupsi dengan tersangka Kasubag Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/16

Jakarta, Aktual.com — Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai kasus suap yang melibatkan panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan ikut menyeret Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, adalah bukti adanya jaringan sistemik dalam lembaga peradilan.

“Kasus tersebut terjadi di PN Jakarta Pusat dan MA, ini menebalkan praduga bahwa kasus ini bukan persoalan satu atau dua orang tapi ada jaringan sistemik di dalamnya, apa hubungan panitera PN dan sekretaris MA coba,” kata peneliti PSHK Miko Susanto Ginting saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.

Dengan terseretnya Nurhadi dalam kasus suap tersebut, Miko mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus ini untuk mengungkap peta jaringan dan menjerat semua pihak di dalamnya.

“Kami minta KPK ungkap dan tangkap semua yang terlibat dalam jaringan itu jika memang terindikasi terlibat, mulai dari PN, Pengadilan Tinggi sampai MA bahkan para hakim agungnya bila terlibat,” tuturnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan kan melakukan pemeriksaan internal secara menyeluruh terkait dengan kasus suap yang sekarang menyeret Nurhadi tersebut.

Menurut Miko, pemeriksaan internal itu kemungkinan besar berupa pemeriksaan dalam konteks perilaku dan etik oleh Badan Pengawas (Bawas) MA, padahal menurut dia, dalam kasus ini Nurhadi dapat diduga melakukan tindak pidana.

“Jadi jangan hanya dilakukan pemeriksaan pelanggaran etika, tapi juga harus ada pengusutan tindak pidana yang dilakukan,” ucap dia.

Dia menekankan antara pemeriksaan etika dan pengusutan tindak pidana tidak saling menghambat dengan penghentian salah satu proses ketika proses lainnya berjalan.

“Kita juga minta MA membuka seterang mungkin pemeriksaan etik di Bawas MA dan melakukan kerjasama dengan KPK demi penegakan hukum. Jangan sampai pemeriksaan di bawah itu jadi penglokalisiran isu dan kesalahan atau pelanggaran Nurhadi,” katanya menambahkan.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan Doddy Arianto Supeno, di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/4) dan KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Nama Nurhadi muncul di pusaran kasus ini setelah KPK ikut menggeledah rumah dan kantornya sehari kemudian. KPK bahkan telah mencegahnya bepergian ke luar negeri. Tim juga menemukan petunjuk awal berupa dokumen yang mencantumkan banyak perkara Grup Lippo.