Ia juga sependapat soal identitas suku, agama, ras, ataupun antargolongan tidak dibawa ke dalam ranah politik karena hal itu sama halnya dengan memancing konflik.
“Dalam sejarah konflik di dunia, politik yang membawa identitas agama dan suku itu akan sangat mematikan dan paling berbahaya,” katanya.
Agama bagi pemeluknya merupakan hal yang sakral dan tak boleh dikritik, sementara di dalam ranah politik ruang untuk kritik sangat terbuka.
“Ini yang menjadi problem, apalagi kalau yang mengkritik beda agama. Ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal untuk memperkeruh suasana,” ujarnya.
Untuk itu, kata Hamdi, menjadi sangat penting kembali ke Pancasila, rumusan yang paling maksimal yang dibuat oleh para pendiri bangsa.
“Pendiri bangsa kita paham bahwa negara ini didirikan oleh kelompok-kelompok yang berbeda suku, agama, ras, keturunan, dan kepentingan macam-macam, majemuk sekali,” kata Hamdi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid