Jakarta, Aktual.com – Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi mengemukakan bahwa tawuran remaja semakin menjadi fenomena rutin dengan alasan relatif sama sejak dulu hingga sekarang.
“Semakin menjadi fenomena rutin dengan keparahan yang semakin mengerikan,” kata dia melalui wawancara tertulis di Jakarta pada Minggu (18/2).
Menurut Vera, terdapat dua faktor yang mendorong remaja untuk terlibat dalam tawuran, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, seperti fungsi otak yang belum optimal sepenuhnya pada remaja, membuat mereka kurang mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga lebih cenderung dipengaruhi oleh emosi daripada pertimbangan rasional dalam mengambil keputusan.
“Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut termasuk jika nilainya mengandung kekerasan,” kata dia.
Sementara itu, dari segi faktor eksternal, Vera menyoroti keberadaan tradisi tawuran di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Sekolah yang berlokasi di daerah dengan risiko kekerasan tinggi, seperti pasar, terminal, atau tempat nongkrong geng, menjadi pemicu bagi terjadinya tawuran remaja.
Alasan eksternal lainnya termasuk minimnya pengamanan atau upaya pencegahan di lingkungan tersebut, serta kurangnya wadah yang bisa menyalurkan energi positif bagi remaja.
Berbicara fenomena tawuran remaja masa kini, Vera juga menyoroti peran media sosial yang memenuhi kebutuhan remaja akan perhatian dan sensasi.
“Media sosial menjadi alat yang dapat mengakomodir kebutuhan remaja yang cenderung suka terhadap sensasi, ingin dianggap berani, rebel serta keren dan menjadi perhatian orang banyak,” katanya.
Sebelumnya, fenomena tawuran antar pelajar terjadi di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara, pada Juli 2023. Saat itu, dua kelompok pelajar yang diduga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) saling serang di samping jembatan dengan tangan kosong hingga ada juga yang menggunakan senjata tajam jenis celurit.
Polsek Metro Penjaringan menyatakan bahwa motif di balik tawuran tersebut adalah keinginan untuk mendapatkan pengakuan atau eksistensi di media sosial.
Pada awal tahun ini, tawuran remaja kembali terjadi di Jakarta, kali ini di bawah kolong jembatan layang (flyover) Pasar Rebo, Ciracas, Jakarta Timur. Para pelaku menggunakan senjata tajam seperti celurit dan parang, yang mengakibatkan seseorang terluka parah di bagian pergelangan tangannya.
Polisi mengatakan bahwa media sosial telah menjadi sarana komunikasi untuk melakukan janji untuk bertemu.
Polisi telah beberapa kali menggagalkan rencana tawuran, salah satunya pada Minggu (11/2). Saat itu, polisi menangkap delapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran di Jalan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan