Puluhan wanita tergabung dalam Solidaritas Perempuan menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Pergerakan Perempuan Indonesia di Jakarta, Selasa (22/12/2015). Dalam aksinya mereka menyatakan penolakan terhadap Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Jakarta, Aktual.com – Koordinator Program Solidaritas Perempuan Dinda Nuranisa, mengatakan bahwa negara telah melakukan kekerasan terhadap perempuan.

“Hari ini negara telah melakukan kekerasan terhadap perempuan melalui kebijakan-kebijakan negara,” katanya kepada wartawan di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/12) dalam perayaan Hari Ibu.

Dinda menjelaskan, dengan Indonesia mendukung agenda yang disepakati pada perjanjian World Trade Organization (WTO) artinya Indonesia lebih mementingkan ekonomi negara maju.

“17 desember lalu telah berlangsung satu rapat, dari perwakilan negara WTO, di mana pemerintah Indonesia mendukung agenda-agenda negara maju terkait investasi ekonomi bukannya malah mementingkan treatment-treatment negara berkembang yang pasti beda,” imbuhnya.

Dinda menjelaskan, jika treatment negara maju dan negara berkembang tidak bisa disamakan. Karena, negara maju telah memiliki teknologi yang maju dalam bidang pertanian dan perikanan yang hal itu dapat menekan harga produksi, sehingga harga jual bisa menjadi rendah. Sedangkan, di Indonesia treatment tersebut tidak bisa diterapkan seperti negara-negara maju, karena proses produksi petani dan nelayan masih tradisional dan masih mengharapkan subsidi dari negara. Dan jika WTO diterapkan, maka subsidi pemerintah kepada nelayan ataupun petani akan dihilangkan dan, pajak impor yang awalnya tinggi tidak akan berlaku kembali.

Dinda juga mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo kepada visi misi Nawacitanya. Yang isinya adalah memprioritaskan rakyat petani, nelayan dan perempuan.

“Yang ingin kami sampaikan bahwa sebenarnya dia sudah banyak berjanji melalui Nawacita. Visi misinya terutama memprioritaskan rakyat, petani, nelayan, perempuan. Sekarang faktanya berbagai kebijakan yang diambil berkiblat pada pembangunan fisik, infrastruktur, kebijakan ekonomi yang semakin memiskinkan rakyat,” katanya.

Lebih lanjut soal WTO, Dinda menilai jika pemerintah tidak mempersiapkan masyarakat Indonesia dengan kebijakan-kebijakan yang melindungi masyarakat.

“Saya tidak melihat kebijakan-kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk menghadapi WTO. Dan jika negara tidak juga melakukan persiapan-persiapan terkait WTO dan MEA, maka ini bentuk abai negara ini dengan menyerahkan masyarakata pada skema pasar bebas,” ucapnya.

Untuk itu, Dinda berharap kepada pemerintah untuk berani keluar dari WTO sebelum terlambat. Karena, pasar bebas dapat mematikan petani dan nelayan.

“Pemerintah harus keluar dari WTO. Kami ingin benar-benar pemerintah membuka mata sebelum terlambat. Coba lihat situasi buruh migran nelayan, petani, buruh di Indonesia. Dan saya harapkan dengan membuka mata, pemerintah dapat memperbaiki. Kita harus hentikan kebijakan terhadp pasar bebas. Dan usaha-usaha kecil tradisional bisa dikuatkan. Karena, rezim pasar bebas dapat mematikan petani dan nelayan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: