Jakarta, aktual.com – PT Arion Indonesia mengajukan uji materiil Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang diajukan melalui Diana Isnaini selaku Direktur Utama PT Arion Indonesia itu tercatat sebagai Perkara Nomor 244/PUU-XXIII/2025 dan mulai diperiksa dalam Sidang Pendahuluan pada Selasa (16/12/2025).

Sidang dipimpin Ketua MK Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Pasal yang diuji mengatur bahwa putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan penilaian pembuktian, peraturan perundang-undangan perpajakan, serta keyakinan hakim.

Kuasa hukum Pemohon, Kahfi Permana menjelaskan bahwa PT Arion Indonesia merupakan badan hukum privat yang sah berdasarkan akta pendirian dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Pemohon menilai aturan tersebut tidak memberikan kepastian karena tidak mewajibkan hakim menilai seluruh alat bukti dan menuangkannya dalam putusan.

Dalam norma itu, keyakinan hakim disebutkan tanpa batasan yang jelas. Menurut Pemohon, secara doktrin keyakinan hakim adalah kesimpulan akhir dari pembuktian, bukan pengganti alat bukti.

Dalam perkara yang dialami Pemohon, hakim dinilai menggunakan keyakinannya tanpa menilai alat bukti primer dan tanpa alasan penolakan. Bahkan, seluruh bukti Pemohon tidak dicantumkan dalam putusan.

Akibatnya, keyakinan hakim dianggap menjadi subjektif dan tidak dapat diuji. Kondisi ini dinilai berpotensi melanggar jaminan kepastian hukum dan prinsip kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

“UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah ketentuan hukum acara yang harus mencerminkan adanya due process of law yang fair, pasti dan adil,” kata Kahfi.

Ia menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh dijalankan berdasarkan selera aparat, melainkan harus bertumpu pada aturan yang jelas. Atas dasar itu, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran konstitusional terhadap frasa “hasil penilaian pembuktian” dan “keyakinan Hakim” dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak.

Pemohon juga memohon agar Mahkamah memerintahkan pembentuk undang-undang menyusun undang-undang baru tentang Pengadilan Pajak paling lama tiga tahun sejak putusan dibacakan. Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh meminta Pemohon menyesuaikan dan memperkuat permohonan sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 Tahun 2025.

“Perlu diperkuat pada positanya terkait hal ini,” ujarnya.

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menilai kedudukan hukum Pemohon masih perlu diperjelas. Ia meminta agar Pemohon menyampaikan fakta konkret dan mengaitkannya secara jelas dengan pasal-pasal UUD 1945. “Perlu diperkuat dalam kedudukan hukumnya,” kata Guntur.

Ketua MK Suhartoyo meminta Pemohon menjelaskan secara rinci kerugian konstitusional yang dialami akibat berlakunya norma yang diuji. “Sesuatu yang dipersoalkan itu harus clear,” ujarnya.

MK memberi waktu 14 hari kepada Pemohon untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan harus diserahkan ke Kepaniteraan MK paling lambat Senin, 29 Desember 2025 pukul 12.00 WIB. Mahkamah akan melanjutkan pemeriksaan pada sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain