Jakarta, Aktual.com – Masih ingat soal isu pekerja asing asal China atau Tiongkok yang bekerja dalam proses pembangunan pabrik semen milik PT PT Cemindo Gemilang di Desah Bayah, Lebak, Banten.
Diduga ribuan pekerja asal China ini banyak mendominasi sebagai pekerja di PT Cemindo Gemilang ini. Sedikitnya saat ini ada 400 orang asal China yang berizin yang bekerja di PT Cemindo Gemilang. (Baca: Eksodus Pekerja Tiongkok Bukti Pemerintah Tak Becus Kerja).
Dan informasinya masih ribuan lagi pekerja asal China yang menunggu izin untuk bekerja. Selain itu para pekerja asal China juga dikabarkan akan mendapatkan fasilitas komplek perumahan dan club house yang saat ini sedang proses pembangunan di dalam komplek PT Cemindo Gemilang sebagai produsen Semen Merah Putih.
Dari beberapa informasi yang diperoleh Aktual.com, proses pembangunan perumahan yang berjumlah 50 dan Club House yang juga berjumlah 50 itu dibangun mulai April 2015 lalu. (Baca: Membaca Modus Perang Asimetris Tiongkok di Indonesia).
“Rumah dan Club House ini rencananya akan ditempati pejabat PT Cemindo Gemilang dan sebagian pekerja dari China,” ungkap sumber Aktual.com, Senin (6/7).
Hingga berita ini diturunkan pihak PT Cemindo Gemilang belum memberikan konfirmasi terkait kabar tersebut.
Seperti diketahui, eksodus Buruh asal Tiongkok yang dipekerjakan dalam membangun pabrik semen Merah Putih di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak mendapat keluhan dari warga sekitar karena perilaku mereka itu seperti buang air besar (BAB) di sembarangan tempat, sehingga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit.
Selain itu, eksodus pekerja Tiongkok ini merupakan modus Turnkey Project Management yang merupakan sebuah model investasi asing yang ditawarkan dan disyaratkan oleh Tiongkok kepada negara peminta dengan “sistem satu paket,” artinya mulai dari top manajemen, pendanaan, materiil dan mesin, tenaga ahli, bahkan metode dan tenaga (kuli) kasarnya di-dropping dari Tiongkok .
Modus Turnkey Project ini relatif sukses dijalankan di Afrika sehingga warganya migrasi besar-besaran bahkan tak sedikit yang menikah dengan penduduk lokal. Mereka menganggap Afrika kini sebagai tanah airnya kedua.
Artikel ini ditulis oleh: