Jakarta, Aktual.co — PT Dutasari Citra Laras tanpa harus bersusah payah mengikuti proyek lanjutan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Olaharaga Nasional di Hambalang, karena surat kontrak keikutsertaan itu diteken tanpa melalui mekanisme komparasi harga penawaran.
Hal tersebut diakui oleh karyawan PT AK Yuli Nurwanto saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (7/1). “Karena kita kan terbentur oleh waktu untuk mengadakan kontes, itu kan Hambalang tidak sempat. Tapi pada saat penunjukan kontrak untuk subkontrak biasanya dilampirkan data komparasi,” kata dia.
Mantan Manajer Estimating PT AK itu mengaku tidak mengetahui teknis penunjukkan DCL sebagai subkontraktor. “Itu (domain) KSO.”
Sementara itu, karyawan PT AK Bambang Mintarto mengaku hanya mengikuti proses negoisasi penawaran harga untuk pekerjaan mekanikal elektrikal. Ketika itu, Machfud Suroso memberi penawaran Rp 300 miliar, namun disepakati Rp 245 miliar sebelum akhirnya dituangkan dalam kontrak dengan nilai menjadi Rp 295 miliar.
“Karena keterbatasan waktu dan kita sudah nego dan hasil nego diserahkan KSO. Jadi itu wewenang kSO bukan kita,” kata dia.
Namun, Bambang, mengakui adanya aturan untuk menyusun data pembanding dari perusahaan lain terhadap penawaran yang diajukan PT DCL.
“Saudara menjelaskan karena waktunya pendek dan sesuai aturan minimal 3 pembanding harga maka Pak Yuli minta tolong kepada Machfud untuk menyiapkan 2 perusahaan untuk melengkapi formalitas,” kata jaksa KPK Abdul Basir membacakan BAP Nomor 8 Bambang saat diperiksa penyidik KPK.
Empat membantah keterangan tersebut, Bambang akhirnya mengiyakan adanya keharusan menyertakan data pembanding setelah dirinya ditegur hakim ketua Sinung Hermawan. “Waktu itu kita diinformasikan cari pembanding 2 perusahaan, tapi yang lakukan penawaran hanya Dutasari.”
Kewajiban melampirkan data harga pembanding juga ditegaskan Sir Maharani yang saat itu menjabat Manager Procurement Divisi Konstruksi I PT AK. “Kalau di divisi kontruksi 1 itu ada prosedur bahwa harus ada pembanding,” kata dia.
Maharani memang pernah diminta memberi paraf terhadap surat kontrak PT DCL sebelum ditandatangani Kadiv Konstruksi I kala itu Teuku Bagus M Noor. “Waktu itu ada dari proyek, saya lupa apakah itu langsung prooject manager atau staf memberikan kontrak sudah jadi dan saya disuruh paraf tapi saya tidak mau, karena saya tidak dilibatkan. Tidak ada lampiran komparasi, jadi hanya kontrak yang sudah.”
Dalam dakwaan yang disusun jaksa KPK dipaparkan, sebelum pelaksanaan lelang proyek P3SON, Machfud bersama dengan Dirut PT Msons Capital, Munadi Herlambang bertemu dengan Arief Taufiqurahman membahas rencana keikutsertaan PT AK.
Setelahnya Machfud bertemu dengan Sekretaris Kemenpora saat itu Wafid Muharam bersama Teuku Bagus M Noor dan Arief. Dalam pertemuan, menurut jaksa KPK Arief, menyampaikan keinginan PT AK ikut serta dalam proyek Hambalang
Untuk memuluskan keinginan agar PT DCL ditunjuk sebagai subkontraktor oleh PT AK, Machfud menyetorkan uang pada 14 September 2009 melalui Paul Nelwan sebesar Rp 3 miliar kepada Wafid Muharam yang menjabat Sesmenpora. Duit ini sebagai pemberian awal agar PT AK dapat mengerjakan proyek.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu