Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menyebut manajemen PT Freeport Indonesia tetap menolak membayar pajak air permukaan sesuai nilai yang dirumuskan dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Papua Ridwan Rumasukun, di Jayapura, Kamis (2/6), mengatakan dalam persidangan sengketa pajak pada Rabu (25/5) PT Freeport tetap bersikukuh mengacu pada Kontrak Karya (KK) Tahun 1991 dan Perda Nomor 5 Tahun 1990.

“Sementara itu, terkait penghitungan volume debit air yang digunakan untuk membantu pembuangan tailing, pemanfaatan sungai Aghawagon-Otomona berada di wilayah Blok B KK Tahun 1991 yang berstatus eksplorasi suspensi,” katanya.

Menurut Ridwan, pemanfaatan atau pengambilan air sungai tersebut untuk pengangkutan taling sesuai dengan Pasal 3 Perda Nomor 5 Tahun 1990, di mana wajib mendapat izin gubernur selaku kepala daerah.

“Oleh karena itu pemanfaatan atau pemakaian air permukaan sungai Aghawagon-Otomona berada dalam wilayah Kontrak Karya Blok B, maka tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu,” ujarnya.

Sidang sengketa pajak itu merupakan yang kelima kalinya sejak Desember 2015, di mana sebelumnya Pemprov Papua meminta PT Freeport unrtuk membayar pajak air permukaan yakni air yang digunakan guna membuang limbah konsentrat.

Nilai total yang harus dibayarkan sejak 2011 jika dirupiahkan mencapai angka Rp2,3 triliun, yang mana persidangan berlangsung kurang lebih dua jam tersebut dihadiri sejumlah pejabat dari Pemprov Papua dan juga tim Pansus Freeport DPRP.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nebby