Jakarta, aktual.com – Kuasa Hukum PT Karya Citra Nusantara (KCN) Juniver Girsang membantah yang disampaikan PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) lewat akun youtube Berita KBN berjudul ‘Upaya KBN Selamatkan Aset Negara’.

“Porsi Kepemilikan saham di KCN adalah 50:50. Dalam publikasi tersebut, KBN tidak menyebutkan fakta-fakta bahwa KBN telah gagal bayar untuk menyetorkan modal dalam rangka peningkatan saham dari 15% ke 50%. Pemegang saham KBN (Kementerian BUMN) telah menolak langkah KBN untuk menambah modal di KCN,” kata Juniver dalam siaran resmi di Jakarta, Senin (6/5).

Kemudian, KBN juga tidak menyebutkan fakta bahwa pada 21 Desember 2015, KBN sendirilah yang mengirimkan surat kepada PT Karya Teknik Utama (KTU) dan KCN yang isinya segala hal yang berkaitan dengan peningkatan setoran modal dari 15% ke 50% tidak perlu dilanjutkan dan kembali ke perjanjian awal, yaitu 15% KBN:85% KTU.

KBN juga tidak menyebutkan bahwa telah ada kesepakatan bersama yang ditandatangani kedua belah pihak tertanggal 2 Mei 2016 yang isinya adalah bahwa komposisi saham di KCN kembali ke 15% KBN:85% KTU.

“KBN juga tidak menyebutkan bahwa mereka sendirilah yang dalam Laporan Tahunan 2014, 2015, 2016, dan 2017 selalu mencantumkan dan mengakui bahwa kepemilikan saham KBN di KCN adalah sebesar 15%,” kata dia.

Selanjuthya KTU belum melakukan kewajiban penyetoran modal sebesar Rp174 miliar rupiah. Dalam publikasi tersebut, KBN tidak menyebutkan fakta bahwa dalam pasal lainnya di dalam perjanjian kerja sama, terdapat kalimat yang berbunyi: Setoran atas penyertaan modal pihak kedua (dalam hal ini adalah KTU) adalah dalam bentuk pembangunan pelabuhan tahap I yang bernilai sebesar Rp.174.636.900.000.

“Nyatanya, anggaran yang telah dikeluarkan investor dalam pembangunan pelabuhan tahap I sudah lebih dari 174 miliar rupiah,” ujar dia.

Perjanjian kerja sama tersebut diketahui dan ditandatangani kedua belah pihak, sehingga musatahil KBN tidak mengetahui hal tersebut. Sehingga, dengan menyebutkan bahwa KTU belum melakukan kewajiban penyetoran modal sebesar 174 miliar rupiah, adalah tidak benar dari fakta yang sebenarnya.

Menurut dia, dalam kurun 2004-2018, KBN hanya menerima pembagian deviden 3,1 miliar rupiah. Nah, dalam publikasi tersebut, KBN tidak menyebutkan fakta bahwa dalam perjanjian kerja sama, KBN-lah yang memiliki kewajiban untuk mengurus segala izin yang berkaitan dengan pelabuhan KCN.

Namun pada kenyataannya, KBN sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengurus segala izin yang berkaitan dengan pelabuhan KCN, sehingga KTU-lah yang mengurus segala perizinan yang baru tuntas pada 2011.

“Dengan demikian, KBN seharusnya tahu bahwa dalam kurun 2004-2012, tidak ada pembagian deviden karena perusahaan KCN belum beroperasi sehingga tidak ada keuntungan yang bisa dibagikan,” ujar dia.

KBN juga seharusnya tahu bahwa keterlambatan perusahan untuk beroperasi dikarenakan kelalaian KBN dalam menjalankan kewajiban mengurus segala perizinan.

Pembagian deviden telah dilakukan pada 2013 dan 2014. Sedangkan untuk 2015-2018, belum ada deviden yang dibagikan karena terjadi dispute dalam kepemilikan komposisi saham di KCN. Bahwa saat ini telah ada dana hasil usaha lebih dari 200 miliar yang siap dibagikan dalam bentuk deviden jika diadakan RUPS.

Sebagai catatan, hingga saat ini, pelabuhan KCN yang rencananya terdiri dari tiga dermaga, baru beroperasi satu dermaga (itu pun belum 100%) karena berbagai hambatan yang timbul akibat dari permasalahan komposisi saham yang berlarut-larut.

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan di atas, maka kami harapkan permasalahan ini dapat didudukkan dengan sebenar-benarnya, dan kembali kami meminta kepada KBN untuk menjalankan bisnis dan bermitra secara profesional dan berkeadilan.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin