Jakarta, Aktual.com – Terungkapnya kontaminasi radioaktif Cesium-137 atau Cs-137 di 24 pabrik di kawasan industri modern (KIM) Cikande, Serang, Banten menjadi bentuk kelalaian perusahaan dan pengembang. Pemerintah dan masyarakat bisa menggungatnya secara hukum ke ranah pidana.
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menyebutkan, sesuai UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha industri wajib untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi para pekerjanya.
“Ya memang harus dipastikan pekerja itu bekerja di tempat yang aman. Kalau kawasan industri Cikande yang terpapar radioaktif Cs-137, menurut saya itu kelalaian perusahaan, dan kelalaian kawasan industri untuk memastikan tempat kerja itu aman,” katanya, pada Bloomberg Technoz, Kamis (13/11/2025).
Pemerintah dan masyarakat, kata Timboel, bisa mengunggat mereka ke hukum secara pidana karena mengancam nyawa para pekerja.
Baca juga:
Pencemaran Radiasi Nuklir: Lemahnya Pengawasan dan Gagapnya Penanganan
“Dan itu bisa menjadi sebuah kelalaian yang berdampak pada sanksi pidana yang berpotensi mengancam nyawa pekerja,” ucapnya.
Penggutan secara hukum, kata Timboel, merupakan keniscayaan karena selain amanat UU 1/70 juga supaya pekerja terlindungi di tempat kerjanya. “Dan tidak boleh dia terpapar karena akan mengancam nyawanya,” bebernya.
Ia juga menyoroti mengenai 11 pekerja pabrik di Cikande yang terpapar radioaktif, menurutnya, itu menjadi tanggung jawab pengusaha memastikan proses pengobatan pekerja. Selain pengobatan bagi 11 pekerja, perusahaan harus memastikan keluarga dan dampak ke depan dari paparan Cs-137 itu.
“Jadi 11 pekerja itu ketika lagi dirawat tetap dibayar upahnya tidak boleh di PHK. Kemudian juga bagaimana dengan keluarganya, harus bisa diantisipasi supaya jangan sampai terpapar menjadi sakit dan sebagainya,” ujarnya.
Gugat Pidana dan Perdata
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan menuntut PT Modern Land Cikande dan PT Peter Metal Technology (PMT) karena kasus pencemaran radiasi nuklir di KIM Cikande. Kedua perusahaan tersebut dinilai bertanggung jawab atas insiden yang membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitar.
“Dua pihak yang akan dituntut oleh KLH yang pertama adalah PMT sebagai tergugat satu, tergugat kedua adalah pengelola kawasan PT Modern Land,” ujar Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, Rabu (1/10).
Baca juga:
Berawal dari Udang Beku, Bahaya Radiasi Nuklir Ancam Warga & Lingkungan
KLH menegaskan, PT PMT dan PT Modern Land Cikande harus bertanggung jawab dalam penanganan dampak cemaran radioaktif yang ditemukan di kawasan industri tersebut. Selain gugatan perdata, KLH juga tengah menyusun langkah hukum pidana terhadap kedua perusahaan.
“Mulai dari pendekatan pidana ini terus kita lakukan karena melanggar Undang-Undang 32 tahun 2009 Pasal 98 ayat 1, yang atas kelalaiannya, jadi kita melihat atas kelalaiannya,” terangnya.
Selain itu, KLH menilai kelalaian dua perusahaan tersebut telah merugikan kesehatan masyarakat dan mengancam kelestarian lingkungan. Karena itu, gugatan perdata sedang dipersiapkan dengan detail melalui mekanisme Persengketaan Lingkungan Hidup (PSLH).
“Dari sisi pengelola kawasannya harus bertanggung jawab, jadi dua orang (perusahaan) ini akan dari pidana dan PSLH, PSLH itu persengketaan lingkungan hidup yang sedang kita susun perdata, perdata ini tim sedang menyusun dengan detil untuk diajukan ke pengadilan,” jelas Hanif.

PT Modernland Realty Tbk
KIM Cikande merupakan kawasan industri di Serang, Banten, yang berdiri sejak tahun 1991. Berdasarkan informasi dari Wikipedia, meskipun namanya Cikande, lokasi persisnya berada di Desa Nambo Ilir, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang.
KIM Cikande memiliki total luas lahan 3.175 hektare, dengan area yang telah dikembangkan seluas 1.110 hektare. Pengelola kawasan ini adalah PT Modern Industrial Estate, anak perusahaan dari PT Modernland Realty Tbk.
Baca juga:
9 Warga Cikande Terpapar Radioaktif CS-137
Kawasan ini menaungi berbagai jenis industri, termasuk industri pengolahan logam dan pabrik yang memasok untuk perusahaan besar lainnya.
Kementerian Perindustrian telah merilis daftar 24 perusahaan yang terkontaminasi Cs-137. Perusahaan yang terkontaminasi Cs-137 tersebut berasal dari berbagai industri, meliputi peleburan logam, pengelola limbah B3, hingga industri makanan.
Sejumlah perusahaan yang terpapar radioaktif itu di antaranya yakni pabrik makanan olahan berbahan baku unggas, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) hingga PT Nikomas Gemilang, pabrik sepatu merek Nike, Adidas dan Puma.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pemetaan yang sudah dilakukan di Kawasan Industri Cikande, terdapat tiga industri makanan yang memiliki paparan radiasi Cs-137 dengan laju dosis sebesar 1,6 hingga 152 mikrosievert per jam.
Baca juga:
Kasus Pencemaran Radioaktif Cesium-137 di Cikande Naik ke Tahap Penyidikan
Selain itu, terdapat tiga industri pengelolaan limbah B3 yang memiliki paparan radiasi Cs-137 dan non Cs-137 dengan laju dosis sebesar 0,24 hingga 0,4 mikrosievert per jam. Kemudian ada juga enam lokasi timbunan yang memiliki paparan radiasi Cesium-137 dengan laju dosis sebesar 11 sampai 10.000 mikrosievert per jam.
Paling banyak, ada 15 industri peleburan logam yang memiliki paparan radiasi Cs-137 dan non Cs-137 dengan laju dosis sebesar 0,18 hingga 700 mikrosievert per jam.
Berikut ke-24 pabrik yang terkontaminasi radiasi Cs-137:
- PT Bahari Makmur Sejati
- PT Nikomas Gemilang
- PT Citra Baru Steel
- PT Valero Metals Jaya
- PT Universal Eco Pacific
- PT Sinta Baja Jaya
- PT Crown Steel
- PT Sentosa Harmony Steel (Hwa Hok Steel)
- PT Vita Prodana Mandiri
- PT Kanemory/Food Service
- PT Charoeon Pokphand Indonesia (CPIN)
- PT Peter Metal Technology
- PT Growth Nusantara Industry
- PT Asa Bintang Pratama
- PT Cahaya Logam Cipta Murni
- PT Ediral Tritunggal Perkasa
- PT Ever Loyal Copper
- PT Hightech Grand Indonesia
- PT Jongka Indonesia
- PT Kabatama Raya
- PT New Asia Pacific Copper Indonesia
- PT O.M Indonesia
- PT Zhongtian Metal Indonesia
- PT Luckione Environment Science Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















