Terdakwa korupsi proyek kasus e-KTP Setya Novanto saat menjalani sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/1/). Dalam sidang tersebut hakim menolak nota keberatan Setya Novanto atas dakwaan JPU terkait kasus dugaan korupsi mega proyek e-KTP dengan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pernyataan mantan Ketua DPR-RI Setya Novanto terkait pihak-pihak yang diduga menerima dana proyek KTP-Elektronik dinilai sebagai testimonium de auditu sehingga sangat lemah dan lebih sebagai sensasi politik demi keringanan hukuman.

“Apa yang disampaikan Setya Novanto menurut KUHAP, masuk kategori testimonium de auditu. Kami paham Novanto dalam situasi tertekan dan berupaya menjadi ‘justice collaborator’, tampilan psikologis orang seperti ini adalah mencoba menampilkan dirinya bukan designer,” kata Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (23/3).

Dia mengatakan PDI Perjuangan setelah mencermati seluruh pernyataan Made Oka Masagung di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun di persidangan, yang bersangkutan tidak pernah sekalipun menyebutkan nama sebagaimana disampaikan Setya Novanto.

Trimedya mengatakan bahwa pokok materi persidangan harus melihat BAP dan keterangan para saksi di pengadilan, misalnya dalam BAP Nazaruddin tanggal 22 Oktober sangat tegas bahwa asal mulai kebijakan tersebut adalah dari dua menteri KIB berinisial GM dan SS.

“Lalu BAP pada tanggal 17 Februari 2017 Nazaruddin menyatakan pertemuan dirinya bersama Anas Urbaningrum dengan Setya Novanto dan Andi Narogong yang mengatur kesepakatan pembagian ‘fee’ termasuk yang diberikan ke GM,” ujarnya, Trimedya yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR itu menegaskan partainya mendukung pengembangan kasus tersebut berdasarkan BAP dan keterangan saksi di pengadilan, bukan atas dasar isu dengan motif politik.

Dia mengingatkan bagaimana upaya membelokkan kasus dengan drama menabrak tiang listrik pun dilakukan sehingga dirinya yakin bahwa designer dan aktor intelektual atas korupsi KTP Elektronik tersebut berasal dari lingkaran pertama kekuasaan.

“PDI Perjuangan sejak awal melihat bahwa proyek KTP Elektronik dibuat dengan motif kekuasaan untuk memenangkan Pemilu 2014. Hal tersebut juga pernah disinggung Nazaruddin namun tanpa disangka muncul Jokowi yang mendapatkan dukungan kuat dari rakyat,” katanya.

Sebelumnya, mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang pemeriksaan terdakwa pada Kamis (22/3) mengaku ada dana KTP elektronik yang mengalir untuk Puan Maharani dan Pramono Anung masing-masing 500 ribu dolar Amerika.

“Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya minta maaf ada disampaikan oleh Andi (Narogong) untuk Puan Maharani 500 ribu dolar AS dan Pramono 500 ribu dolar AS. Bu Puan Maharani ketua fraksi PDI-P dan Pramono ada 500 ribu dolar,” kata Setya Novanto di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Pemberian itu diceritakan oleh pengusaha Andi Narogong dan rekan Setnov yang juga pengusaha Made Oka Masagung pada akhir 2011.

“Andi Narogong bersama Made Oka itu datang ke rumah. Datang ke rumah menyampaikan ngobrol-ngobrol biasa, Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya wah untuk siapa?,” ujar Novanto.

Selain untuk Puan Maharani dan Pramono Anung, pada akhir 2011 Andi Narogong telah menyampaikan beberapa realisasi yang disampaikan pertama memberikan uang ke beberapa orang dewan.

“Pertama adalah untuk Komisi II yaitu Chairuman sejumlah 500 ribu dolar, untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng 500 ribu dolar, Tamsil Linrung 500 ribu dolar, Olly Dondokambey 500 ribu dolar di antaranya melalui Irvanto,” ujar Setnov.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara