Jakarta, Aktual.com — Presiden Indonesia Port Watch (IPW) Syaiful hasan mempertanyakan artikel yang ditulis akademisi Rhenald Kasali dengan judul ‘Kini orang seperti Risma pun diganggu’ di sebuah media.

“Tulisan ini ada kaitan dengan tulisan Rhenald sebelumnya yang menggambarkan sosok Dirut Pelindo II RJ Lino sebagai pahlawan perubahan,” ucap Syaiful dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/10).

Menurut Syaiful, terkait RJ Lino, perumpamaan ‘tidak ada asap jika tidak ada api’ merupakan gambaran permasalahan di pelabuhan.

“RJ Lino tidak bisa dibandingkan dengan Risma. Mengapa? Sederhana, Risma belum pernah kita mendengar kencang tersangkut kuat soal dugaan korupsi dan nepotisme. Apalagi, secara arogan bisa mengultimatum presiden apapun dalihnya,” kata dia.

Soal kinerja, sambung dia, perbaikan pelayanan pelabuhan hanya bisa dilakukan lewat kinerja alat yang handal. Namun, terlihat bahwa dari aspek pembelian sudah bermasalah. Ditambah lagi kualitas terkait produktivitas dan kecepatan bongkar muat.

“Lalu yang paling fatal dilakukan oleh Lino adalah menjual aset strategis bangsa, JICT. Dilihat dari aspek manapun JICT layak dinasionalisasi. UU Pelayaran juga menyebutkan bahwa pelabuhan itu tidak semata mencari bisnis namun harus ada fungsi publik,”

“Contohnya, saat ini JICT tidak berhasil naikkan tarif namun diganti dengan cost recovery yang diterapkan sepihak oleh manajemen HPH Hong Kong. Besarannya hampir sama dengan kenaikan tarif. Pertanyaannya, dengan market share lebih dari 60% dan keuntungan perusahaan yang besar, apa hal yang mendesak bagi JICT untuk menaikkan tarif?” tegas Syaiful.

Oleh karena itu, sangat tidak relevan jika RJ Lino disandingkan dengan sosok perubahan seperti Tri Rismaharini. Perubahan pelayanan publik yang dihasilkan tentu harus bisa dirasakan, dan dalam tingkatan yang lebih tinggi harus bisa dinikmati rakyat.

Artikel ini ditulis oleh: