Sukabumi, Aktual.com – Puluhan hektare lahan pertanian yang berada di lereng selatan Gunung Gede Pangrango, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengalami puso atau gagal panen.

“Kemarau panjang ini menyebabkan 30 dari 45 hektare sawah yang ada di lereng gunung gagal panen atau puso karena tidak tersedianya air,” kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sukabumi Yuswan di Sukabumi, Selasa (22/9).

Menurutnya, walaupun berada di bawah kaki gunung, sawah yang berada di Desa Warnasari, puluhan hektare sawah itu kekeringan dan sulit mendapatkan pasokan air.

Bahkan, petani sulit mendapatkan air dari bagian hulu, karena sumber mata air sudah menjadi milik pribadi dan lahannya banyak tertutup bangunan, sehingga air tidak sampai ke bawah.

Sedangkan 15 hektare sawah tidak mengalami puso karena sudah dipanen sebelum musim kemarau, namun petani tidak sempat menanam tanaman pangan khususnya padi.

Seluruh lahan sawah itu dikelola oleh dua kelompok tani, sedangkan sumber air yang biasa digunakan petani berasal dari aliran Sungai Cipelang dan Cipada.

“Baru tahun ini kemarau sangat panjang, bahkan menyebabkan puso, padahal tahun-tahun sebelumnya tidak pernah terjadi gagal panen yang parah seperti ini,” tambahnya.

Yuswan mengatakan penderitaan petani bertambah selain karena sudah empat bulan tidak turun hujan, sumber air yang memasok irigasi pun kecil, sehingga tidak mencukupi kebutuhan pengairan untuk lahan sawah di daerah itu.

Aliran air dari Sungai Cipelang dan Cipada yang berasal dari Gunung Gede dan Pangrango kecil dan sumber air dari Situ Ateul untuk irigasi produksi airnya sudah tidak bisa mencukupi.

“Memang ada bantuan pompa air dari pemerintah, tetapi tidak bisa digunakan karena sudah tidak ada sumber mata airnya, dan walaupun ada jaraknya cukup jauh ditambah alirannya kecil,” katanya.

Sementara itu, salah seorang petani, Odang, menambahkan sawah yang ukurannya satu petak atau sekitar 700 meter biasanya menghasilkan gabah kering giling sebanyak 600 kilogram saat ini hanya 20 kilogram saja, sehingga lebih besar biaya operasional dari pada hasilnya sehingga petani menjadi merugi.

Artikel ini ditulis oleh: