Jakarta, Aktual.co —Sebanyak 79.581 warga miskin di Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak tercover dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai APBD untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS.
Ketua Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Agustin Poliana, menilai hal itu disebabkan belum optimalnya sosialisasi Pemkot Surabaya tentang adanya PBI pada warga miskin.
“Sebab masih banyak warga yang belum tahu bahwa warga yang terkategori miskin, maka jaminan kesehatannya akan dibayarkan oleh APBD melalui PBI BPJS,” kata dia, di Surabaya, Jumat (13/2).
Padahal, peraturan pemerintah menyebutkan sistem JKN harus sudah dilaksanakan sejak awal 2014.
Ujar dia, beberapa kelurahan di Surabaya bahkan ada yang tidak tahu sama sekali soal PBI. “Dan apakah mereka sudah terdaftar ataukah belum,” kata dia.
Agustin menyayangkan hal itu. Padahal masalah kesehatan adalah masalah yang penting dan mendesak. Terlebih jika pasien itu sedang mengalami penyakit yang kronis dan butuh penanganan cepat.
Beberapa waktu lalu sampai ada pasien yang meninggal akibat lemahnya kinerja pemkot dalam memberikan jaminan kesehatan.
“Mereka mengeluhkan pembuatan Surat Keterangan Miskin (SKM) di kelurahan saja dipersulit,” katanya.
Bahkan, saat ini waktu berlaku SKM pun berkurang. Hanya bisa dipakai selama dua bulan saja. Padahal sebelumnya enam bulan.
Pihaknya pun mengadakan survei dengan sampling 18 kecamatan untuk mendalami adanya keterserapan anggaran APBD dalam mengcover warga miskin agar masuk dalam daftar PBI Surabaya.
Namun, ternyata masih banyak warga miskin yang masih belum masuk dalam daftar PBI. Buktinya, dari total warga miskin di Surabaya sebanyak 291.686 orang, hanya ada sebanyak 211.905 orang saja yang masuk dalam PBI.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaidi menyebutkan bahwa seharusnya seluruh warga miskin di Surabaya secara otomatis menjadi anggota PBI dalam BPJS. Sebab seharusnya ada sinkronisasi data dan integrasi sehingga tidak sampai ada warga miskin yang luput dalam pendataan.
“Seharusnya, warga miskin ini otomatis didaftarkan oleh pemkot ke PBI, karena syarat-syarat untuk mendapatkan PBI pun sudah terpenuhi oleh mereka,” kata dia.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmawati menyebutkan bahwa data penerima PBI Surabaya ini memang selalu berubah setiap bulannya. Dirinya mengelak bahwa pemkot tidak mengcover warga miskin untuk dibayarkan jaminan kesehatannya.
Ia menyebutkan bahwa memang per Januari 2015 ini, daftar warga Surabaya yang PBI ada sejumlah 211.905. Tapi, jumlah itu sudah menurun sejak pendataan awal 2014 yang mencapai 274.605 orang.
“Datanya memang selalu bergerak, ada yang karena pasien berubah menjadi mandiri, ada pula yang tercover dalam Kartu Indonesia Sehat (KIS). Oktober lalu warga Surabaya yang menerima KIS ada 49.500, itu juga yang membuat data penerima PBI berkurang,” jelas Febria.
Dirinya menyebutkan bahwa pemkot sudah secara otomatis mendaftarkan semua keluarga miskin dalam PBI. Namun, Febria menjelaskan bahwa dalam sistem pendataan ini, warga yang sudah memiliki kepersertaan jamkesda atau jamkesmas, maka akan secara otomatis masuk menjadi PBI.
“Jadi yang tidak tercover itu ada banyak kemungkinan. Bisa tadi pindah ke mandiri, bisa sudah tercover KIS dan juga tercover jamkesda,” katanya.
Febria memastikan bahwa sistem yang digunakan pemkot dalam pendataan dan menentukan warga menerima PBI ini sudah valid. Dan tidak akan mungkin bisa warga menerima dua bantuan sekaligus.
Terkait pembuatan SKM dipersulit, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) KB Surabaya Nanis Chairani menyebutkan bahwa pihaknya sudah menyosialisasikan setiap kelurahan bahwa syarat untuk membuat SKM masih sama seperti tahun lalu.
“Tidak ada perubahan, dan tidak ada mekanisme yang dipersulit. Siapa saja yang bisa menunjukkan bukti bahwa dia layak dikategorikan miskin, misal upahnya di bawah UMK, maka bisa mendapatkan SKM,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: