Ichsanuddin Noorsy (Foto: Aktual)

Jakarta, Aktual.com —  Ekonom Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa pernyataan PT Pertamina (Persero) yang menyebut jika sumber Dana Ketahanan Energi (DKE) diambil dari keuntungan penjualan premium dan solar selama ini adalah pernyataan yang hanya membela menteri akibat salah mengeluarkan kebijakan.

Menurut Noorsy, wajar jika publik bertanya-tanya terkait alasan Pertamina tersebut. Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said yang akan memungut DKE merupakan kebijakan yang tak punya landasan hukum. Justru, keputusan pemerintah menetapkan dana ketahanan energi yang diambil dari harga bahan bakar minyak (BBM) adalah bukti pemerintah membebani rakyat.

“Pernyataan itu hanya pembelaan atas kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri ESDM,” ujar Noorsy ke Aktual.com, Kamis (30/12).

Noorsy membeberkan publik patut mencurigai alasan tentang sumber DKE tersebut dikarenakan selama ini Pertamina tidak transparan dan terbuka soal pengelolaan keuangan. Selama ini pertamina tidak pernah melakukan audit keuangan terkait sumber dan penyaluran dana yang dikelolanya. Sehingga kemudian tidak ada indikator yang bisa dijadikan pegangan untuk menilai kinerja Pertamina saat ini. Kerugian dan keuntungan yang dialami Pertamina hanya diketahui oleh beberapa orang.

“Tidak ada audit keuangan secara eksternal atas pertamina. Pertamina tidak pernah mengumumkan kepada publik laporan neraca laba ruginya. Jadi bisa saja kan Pertamina seenaknya mengeluarkan alasan sebagai pembelaan kepada menteri ESDM yang salah mengeluarkan kebijakan,” beber Noorsy.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Direktur Pemasaran PT Pertamina, Ahmad Bambang menyebutkan soal Dana Ketahanan Energi (DKE) bukan merupakan pungutan yang dibebankan kepada konsumen masyarakat pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM), melainkan bersumber dari keuntungan yang diperoleh pertamina dari hasil penjualan BBM.

“Jadi kami ingin luruskan, DKE itu tidak dibebankan kepada konsumen, tetapi merupakan dana yang disisihkan dari keuntungan penjualan premium dan solar saat ini,” ungkap Ahmad Bambang kepada salah satu media online di Jakarta.

Namun,baru-baru ini, seperti yang dilansir dari media online, Ahmad Bambang juga membeberkan jika Pertamina selama tahun 2015 mengalami kerugian yang cukup fantastis. Ia mengungkapkan, nilai kerugian penjualan Premium selama periode 1 Januari-31 Desember 2015 berdasarkan prognosa per 18 Desember lalu mencapai Rp 63, triliun.

“Kerugian yang dialami oleh pihak pertamina tersebut karena tidak adanya lagi sokongan dana subsidi dari pemerintah selama tahun 2015,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka