Tapi tunggu, benarkah memang terjadi “keberhasilan” dari keberadaan si menteri keuangan terbaik ini? Karena faktanya, yang disampaikan sebagai “keberhasilan” pemerintahan ini dalam ekonomi dan keuangan justru membuat masa depan Indonesia semakin suram. Berikut ini adalah ulasannya:
1. Yield/kupon surat utang tertinggi di kawasan Asia Tenggara akan mencekik Indonesia di masa mendatang.
Setiap menerbitkan surat utang baru, Indonesia mematok kupon yield sebesar 8%. Sangat jauh di atas tingkat kupon yield surat utang (tenor 10 tahun) negara-negara di kawasan, sebut saja Vietnam 4,8%, Thailand 2,5%, Malaysia 3,8%, Singapura 2,1%, dan Filipina 5,6%.
Bahkan dengan negara yang rating surat utangnya di bawah Indonesia (seperti Vietnam dan Filipina), kupon yield Indonesia masih lebih tinggi. Banyak yang berpendapat bahwa besarnya tingkat kupon yield ini berhubungan dengan suku bunga bank sentral, jadi tingkat kupon harus beberapa poin di atas tingkat suku bunga bank sentral.
Anehnya, mengapa beberapa negara seperti Vietnam, China, Hongkong, Taiwan, dan Qatar bisa memasang tingkat kupon yieldnya justru di bawah suku bunga bank sentral? Apapun itu, hal yang pasti adalah: tingginya kupon surat utang Indonesia dalam jangka panjang akan menyebabkan Indonesia membayar utang lebih mahal dari negara-negara di kawasan.
Sebagai contoh, setelah saya simulasikan dengan perbandingan Vietnam (yang selisih yieldnya dengan kita 3,2%) selama tenor 10 tahun saja (banyak surat utang yang tenornya lebih panjang) dengan bunga majemuk, ternyata Indonesia harus membayar lebih mahal sebesar 135% dari yang dibayarkan oleh Vietnam untuk surat utang dengan besaran pokok yang sama.
Apakah ini tidak sangat mencekik kita? Ada yang buntung tentu ada yang untung. Siapa yang diuntungkan dengan tercekiknya Indonesia? Adalah pelaku pasar uang internasional, yang majalah-majalahnya sering memberi gelar menteri keuangan terbaik bagi Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh: