Jakarta, Aktual.com — PT Pupuk Indonesia (Persero) mengeluhkan harga gas industri di Indonesia yang terbilang cukup mahal. Padahal gas menjadi salah satu komponen utama produksi perseroan, dengan persentase sekitar 70%.
Direktur Investasi dan Pengembangan Pupuk Indonesia Nugraha Budi Eka Irianto mengatakan, harga gas selalu menjadi kendala terberat bagi perseroan dan hal itu juga sudah seringkali dikeluhkan kepada Pemerintah.
“Ngeluh sudah sering sekali (harga gas mahal), karena selalu memakan waktu lama dan tereskalasi sampai ke Menko, bahkan sampai ke JK (Wapres Jusuf Kalla). Kesepakatan harga yang paling berat,” kata Nugraha kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/7).
Ia menerangkan, pasokan gas industri selama ini didominasi oleh perusahaan migas swasta besar seperti Exxon Mobile dan ConocoPhillips melalui mekanisme production sharing contract (PSC).
“Berhadapan dengan kita sebagai pembeli. Tentu kan para KPS (PSC) prinsipnya bisnis, untung sebesar-besarnya. Akhirnya disitu, padahal kan kita berkepentingan harus memproduksi pupuk,” ucapnya.
Dikatakannya, harga gas yang harus dibayarkan perseroan juga cukup variatif tergantung jenis lapangan. Sejauh ini harga gas paling mahal di daerah Kalimantan Timur sekitar USD7,4 per 1 MMBTU, sementara yang paling murah di Palembang sekitar USD4,5 per 1 MMBTU.
“Kalau dibanding Malaysia, mereka USD4,5 per 1 MMBTU. Karena kan disana dikontrol Petronas, dikendalikan pemerintah. Kalo di kita kan Pertamina kecil. Sebagian besar justru bukan Pertamina, tapi seperti Exxon dan Conoco. Berat posisi kita,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, untuk itu perseroan melalui anak usahanya PT Rekayasa Industri (Rekind) memutuskan menggandeng PT Pertamina (Persero) untuk bekerjasama mengembangkan pabrik petrokimia berbasis gas dan batubara. Hal itu bertujuan mengurangi potensi kerugian dari mahalnya harga gas.
Pasalnya, sambung dia, dengan menggunakan batubara diperkirakan pihaknya dapat menghemat karena harga batubara sekitar USD60 per ton atau sekitar USD3,5 per MMBTU.
“Beda banget harganya. Mungkin harganya bisa dapat 35-40% setara gas. Dengan harga di atas USD6,5 per 1 MMBTU atau ada yang sampai USD9 per MMBTU, kita enggak mungkin hidup jualan di pasar internasional,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh: