Jakarta, Aktual.com – PT Pupuk Indonesia (Persero) mengungkapkan, harga pupuk di seluruh dunia memang sedang melonjak tinggi. Hingga saat ini, harganya sudah naik hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
“Harga urea dunia di akhir tahun bahkan mencapai hampir Rp 15 juta per ton,” ungkap SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, Minggu (6/2) kemarin.
Wijaya berujar, faktor utama melonjaknya harga pupuk dunia saat ini lantaran adanya krisis energi di Eropa. Kondisi itu mengakibatkan harga gas kian tinggi, sehingga biaya produksi pupuk pun ikut meningkat.
Tak hanya itu, faktor lain yang menyebabkan harga pupuk meroket adalah adanya larangan ekspor fosfat oleh China dan juga krisis shipping yang membuat biaya pengiriman menjadi sangat mahal.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Pupuk Indonesia disebut Wijaya sebenarnya sudah memberlakukan harga pupuk nonsubsidi untuk konsumen ritel (petani) di bawah harga pasar. Upaya ini dilakukan untuk meringankan beban para petani.
“Kami berusaha memenuhi kebutuhan pupuk nonsubsidi ini agar tidak memberatkan petani, salah satunya lewat Program Makmur, yaitu ekosistem pertanian yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sehingga mampu membeli pupuk nonsubsidi,” jelas Wijaya.
Berdasarkan catatan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Pupuk Indonesia Group memiliki 20 persen pangsa pasar domestik untuk produk pupuk nonsubsidi. Adapun pelanggan utama perusahaan berasal dari sektor korporasi perkebunan, industri, dan pasar ritel (petani).
Wijaya menyebutkan, realisasi produksi Pupuk Indonesia pada tahun 2021 adalah sekitar 12,3 juta ton. Di mana, sekitar 75 persen sampai dengan 80 persen produksi pupuk pada tahun lalu, disalurkan untuk memenuhi kebutuhan produk pupuk subsidi di dalam negeri.
“Sesuai penugasan dari pemerintah, Pupuk Indonesia menyiapkan 9,1 juta ton pupuk subsidi untuk kebutuhan dalam negeri. Berarti sekitar 75 persen – 80 persen produksi pupuk diutamakan untuk memenuhi kebutuhan subsidi,” tuturnya.
Dengan demikian, penjualan ke sektor nonsubsidi dan ekspor akan menyesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra