Jakarta, Aktual.com — Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, saat ini rakyat lebih membutuhkan stabilisasi harga bahan bakar minyak (BBM), bukan ketidakpastian turun naiknya harga BBM.
“Harga minyak dunia memang telah terbukti turun, tetapi jika kita memantau data harga minyak dari hari ke hari, ternyata harga minyak dunia tidak selalu turun terus menerus. Angka harga minyak terbaca bergerak turun dan naik walau kenaikannya tidak drastis,” kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/3).
Artinya, menurut dia, hal tersebut harus disikapi dengan bijak dan cerdas oleh pemerintah yang berkuasa di negeri ini, agar kebijakan yang dibuat tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Artinya penentuan harga jual BBM tidak selalu harus menggunakan pendekatan ekonomi saja, perlu adanya “pricing policy” yang mengacu kepada kebijakan energi nasional yang rasional dan membumi sejiwa dengan keadaan dan kebutuhan bangsa ini.
Sikap yang bijak dari pemerintah dalam menyikapi anomalinya harga minyak dunia, harusnya dengan berupaya menentukan harga jual BBM dalam posisi yang stabil. Stabilitasi harga akan memberikan kepastian kepada rakyat dan khususnya kepada pelaku pasar yang merupakan elemen utama dari perekonomian negeri ini.
“Pemerintah harus memiliki data yang valid yang berasal dari survei yang akurat yang bisa digunakan dalam melahirkan penetapan terkait kebijakan harga BBM. Pemerintah tidak harus larut dalam tuntutan segelintir masyarakat yang berkemampuan bersuara karena suara itu, perlu dibuktikan merupakan suara orang banyak,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah harus yakin, misalnya jika ada desakan agar harga BBM di negeri ini diturunkan apakah ini akan berdampak besar terhadap daya beli masyarakat atau seharusnya ini dikaitkan dengan inflasi. Apakah jika harga BBM diturunkan otomatis hal itu akan menurunkan tingkat inflasi, dan inflasi harus selalu menjadi tolak ukur dalam perekonomian dan kebijakan yang akan dilakukan.
Demikian juga jika pemerintah akan menaikan harga jual BBM, maka acuan utamanya yang harus diperhatikan adalah kenaikan itu apakah akan meningkatkan inflasi, dan berapa besar kenaikan inflasi tersebtut, katanya. Rakyat negeri ini sudah membuktikan bahwa harga BBM pernah diturunkan oleh pemerintah, namun ternyata penurunan harga BBM tersebut tidak serta merta membuat turunnya harga harga bahan pokok juga tarif transportasi darat.
Contoh lain yang jadi perhatian publik pula bahkan ketika harga avtur yang notabenenya adalah BBM non subsidi juga turun harganya, ternyata juga tidak membuat tarif penerbangan ikut turun, kata Sofyano.
“Padahal menteri perhubungan pernah teriak-teriak mengeluhkan mahalnya harga jual avtur yang ditetapkan BUMN Pertamina. Artinya, sepanjang pemerintah tidak memiliki “kekuasaan dan kemampuan” dalam mengendalikan harga-harga komoditas lain, seperti harga sembako dan tarif angkutan yang terkait erat dengan kewenangan pemerintah, maka turunnya harga BBM hanya memberi dampak dan menguntungkan golongan dan pihak tertentu saja bukan terhadap masyarakat banyak,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah harus menyadari, ketika menurunkan harga BBM bisa dipastikan tidak akan menuai reaksi dan protes, tetapi ketika pemerintah membuat kebijakan menaikan harga BBM sekecil apapun, pasti serta merta menuai reaksi dan protes keras walau publik nyaris mahfum bahwa protes itu terkadang disuarakan oleh pihak pihak tertentu saja yang biasanya selalu ingin bersuara lain.
Sebaliknya ketika harga diturunkan dan publik juga berharap harga-harga sembako dan tarif angkutan ikut turun, maka khususnya bagi pihak yang diuntungkan dengan turunnya harga BBM tersebut dengan keras akan bereaksi dengan segala argumentasi bahwa penurunan harga BBM tidak ada pengaruhnya dengan harga harga komoditas lain, sehingga mereka tidak akan menyikapi turunnya harga BBM dengan menurunkan harga dari bisnis yang ia geluti, ujarnya.
“Pemerintah harusnya lebih bersikap bijak dengan tetap menjaga stabilitas harga, naik atau turunnya harga BBM pasti akan menimbulkan dampak pada kestabilan harga BBM lebih banyak manfaatnya ketimbang membuat kebijakan yang hanya menimbulkan instability dan hal ini akan lebih banyak mudaratnya,” kata Sofyano.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan