Jakarta, Aktual.com — Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Universitas Udayana Prof I Wayan Windia menilai, permasalahan yang kini muncul di Bali erat dengan proses pembangunan sektor pariwisata.

“Pembangunan sektor pariwisata menyebabkan adanya alih fungsi lahan yang hingga kini sulit dikendalikan,” kata Prof Windia yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Selasa (21/7).

Dia mengatakan, sawah dan organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak), dan pertanian di Bali sangat penting bagi budaya dan pariwisata. Namun tidak ada usaha yang strategis dan nyata agar eksistensi subak, sawah, dan pertanian di Bali dapat terus berlanjut.

“Hancurnya pertanian, sawah, dan subak di Bali seiring dengan perkembangan sektor pariwisata, atau seiring dengan kecenderungan sumbangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bali yang terus membesar dan sumbangan sektor pertanian terus mengecil,” ujar Windia.

Bank Indonesia Provinsi Bali, secara rutin melakukan kajian ekonomi dan keuangan regional Bali. Dalam kajian pada triwulan II tahun 2014 menunjukkan betapa terpojoknya sektor pertanian dibandingkan dengan perkembangan sektor pariwisata.

“Oleh karenanya, untuk apa terus mengembangkan sektor pariwisata di Bali, apalagi dengan melakukan reklamasi di Teluk Benoa,” ujar Prof Windia.

Dia pun mengingatkan, Pemerintah seharusnya membuat program untuk mengembangkan sektor ekonomi yang sudah hampir “pingsan” seperti halnya sektor pertanian di Bali.

“Kalau tidak, maka Bali akan terus-menerus terjebak dalam ekonomi kapitalis, di mana sektor yang kaya akan semakin kaya, sedangkan sektor yang miskin terus semakin miskin,” ujarnya.

Pada tahun 2014, pertumbuhan sektor pertanian hanya 0,02 persen dibandingkan dengan tahun 2011 yang berkembang 2,22 persen. Sementara itu sektor PHR tetap meningkat di atas delapan persen, yakni tahun 2014 meningkat 8,43 persen dan tahun 2011 8,69 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu