Edward pun menyebutkan, yang salah dalam hal ini adalah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Karena menabrak asas kepastian hukum di Indonesia.

“Karena logikanya ketika dicabut statusnya sebagai tersangka, maka dia orang bebas, menjadi orang yang tidak bisa didakwa maupun dituntut, apalagi divonis. Dia tidak bisa dibawa ke persidangan pidana, karena dia belum ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

Hasbullah menilai proses hukum terhadap Edward ini memperkeruh penegakan hukum. “Bicara HAM hanya bicara prosedural, [praperadilan] bisa digugurkan hanya mengenai waktu. Ada juga yang sudah diputus praperadilan tersangkanya tidak sah, tetap saja diadili. Ini menjadi suatu ketidakteratudan kita dalam bernegara.

Menurut Hasbullah, jalan keluarnya dari hiruk pikuk perdebatan dan kontroversial praperadilan ini, masalahnya bukan hanya pada putusan atau hilirnya. Maka harus mengembalikan atau mendudukan lagi lembaga peradilan kepada asal-usulnya sebagai lembaga pre trial.

“Apa itu, proses upaya paksa itu harus diproses sebelum dilakukan proses-proses upaya paksa dan dilakukan sebalum perkara itu masuk ke peradilan secara sistem bukan dengan permohonan,” ujarnya.