Jakarta, Aktual.com — Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Mahkamah Konstitusi terkait calon tunggal Pilkada sebagai pilihan yang terbaik dari yang terburuk. Ada dua alasan putusan MK tersebut dinilai demikian.
“Pertama, pilihan penundaan pilkada bagi daerah yang memiliki calon tunggal (akan) berdampak pada tidak terpenuhinya hak politik masyarakat untuk dipilih dan memilih,” terang Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/10).
Menurutnya, Pilkada Serentak yang digelar pada tanggal 9 Desember 2015 sudah seharusnya menjadi wahana penyaluran partisipasi politik masyarakat setempat untuk memilih dan sekaligus mengkoreksi kepemimpinan lokal didaerahnya.
Selain itu, partai politik sebagai peserta pemilu yang sudah mencalonkan justru terhambat hak politiknya akibat ketidakadaan lawan main untuk meraih kursi kepala daerah.
Alasan kedua, lanjut Titi, penundaan pilkada dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan ekonomi di daerah. Bagi daerah yang ditunda pilkadanya akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) yang memiliki batasan kewenangan.
Berdasarkan PP 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, setidaknya ada empat hal yang tidak bisa dilakukan oleh PLT. Yakni melakukan mutasi pegawai, membatalkan perjanjian yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya dan membuat kebijakan pemekaraan daerah.
“PLT (dilarang) membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaran pemerintahan serta program pembanguan pejabat sebelumnya,” tandasnya.
Titi menambahkan, dengan adanya putusan MK jika tiga daerah yang pada awalnya akan ditunda pilkadanya ke gelombang kedua di tahun 2017 maka tidak akan dipimpin oleh PLT. Tiga daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Jawa Timur) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur).
Artikel ini ditulis oleh: