Dalam jumpa persnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa kondisi terkini Gunung Agung sudah masuk fase kritis, dimana fase potensi letusan sangat tinggi dan dapat terjadi dengan waktu tidak bisa diprediksi. AKTUAL/Munzir

Karangasem, Aktual.com- Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil menjelaskan, asap putih yang ke luar dari kawah Gunung Agung sebagai bentuk gas yang terkandung di dalam perut gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut.

Menurut DEvy, ke luarnya secara terus menerus gas dari Gunung Agung tak melulu mengindikasikan jika Gunung Agung akan tertidur lagi. Hal itu menurutnya tergantung dari komparasi besaran ke luar dan masuknya gas.

“Gas ada yang ke luar, ada yang masuk. Tergantung besaran mana nih. Dia terus berproduksi. Magma itu ke luar bukan terpisah-pisah, tapi satu kesatuan keluarga. Massif dia bergeraknya. Dia terus mencari celah rapuh untuk ke luar,” jelas Devy di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Minggu (1/10).

Gempa-gempa yang terjadi kata dia mengindikasikan jika magma terus melakukan pergerakan. ‎

“Kenapa kemarin ada gempa seperti tektonik. Dia kan gempanya tektonik lokal. Tapi kalaupun begitu, dia gempanya bukan tektonik. Bukan kayak di Yogyakarta. Gunung api itu kan punya struktur ada patahan di sana, ada patahan di sini, ada patahan di mana-mana,” urai Devy.

“Nah, kalau misalkan sekarang dikasih tekanan di bawah secara terus menerus dia (magma) mencari yang paling labil untuk bergerak. Nah, patahan itu teraktivasi. Makanya terjadi gempa terasa. Gempa terasanya sedemikian banyak, terbayang tidak berapa banyak magma yang bergerak?‎” tambah Devy.

‎Dari hasil yang terekam, Devy menyebut ada belasan juga meter kubik magma yang terus bergerak. “Estimasi analisis kita sudah ada lebih dari 15 juta meter kubik ‎magma yang bergerak. Itu hanya material yang menghasilkan gempa. Lebih dari itu yang kita dapat. Tapi itu bukan merepresentasikan volume seluruh magmanya ya,” ungkap Devy.

“Untuk energi kita bisa konversi dari magnitude. Misalnya kita mukul tembok. Sekali mukul itu kan kita bisa hitung ada berapa nih energi yang kita buang. Magnitude itu akan bisa mengestimasi berapa jumlah energi yang bisa kita kumpulkan atau hasilkan. Energi yang dihasilkan untuk menciptakan gempa-gempa itu sekitar lebih dari 15 juta meter kubik,” demikian Devy.

 

Pewarta : Bobby Andalan

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs