Bandung, Aktual.com – Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyatakan, pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terkendala cuaca.
“Pemantauan kami masih terkendala cuaca sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian,” ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Bagian Barat PVMBG, Kristianto ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (24/12).
Menurut dia, pemantauan tersebut dilakukan untuk memastikan dugaan adanya longsoran bawah laut yang berasal dari tubuh Gunung Anak Krakatau hingga menyebabkan gelombang besar di perairan Selat Sunda pada Sabtu (22/12).
Untuk mengecek dugaan adanya longsoran, tim akan melakukan pemantauan melalui citra morfologi Gunung Anak Krakatau. Selain itu, upaya penyelaman harus dilakukan untuk mengetahui adanya material yang terbuang ke kolom air laut.
“Kalau sementara ini kami dengan tim dari gempa bumi dan tsunami PVMBG, masih menduga itu bahwa itu diduga oleh kejadian adanya longsoran. Tapi bukan dipermukaannya tapi di tubuh Gunung Anak Krakatau,” ucapnya.
Dikatakan, ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan gelombang besar hingga terjadi tsunami seperti pergeseran lempeng, letusan besar gunung api, maupun longsoran besar yang masuk ke dalam kolom air laut.
Namun berdasarkan alat pemantauan gunung Anak Krakatau, tidak ada aktivitas vulkanik yang menunjukan gejala letusan besar maupun longsoran tubuh Anak Krakatau ke laut.
“Untuk merontokan bagian tubuh (Gunung Anak Krakatau) yang longsor ke bagian laut, diperlukan energi yang cukup besar. Ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan. Masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunung api dengan tsunami,” kata dia.
Saat ini, letusan Gunung Anak Krakatau masih bertipe strombolian dan statusnya level II atau Waspada. Gunung tersebut mengalami peningkatan aktivitas vulkanik sejak 18 Juni 2018.
Berdasarkan rekaman seismograf tanggal 23 Desember 2018 tercatat, gempa tremor menerus dengan amplitudo 10-58 milimeter, dominan 50 milimeter.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: