Jakarta, Aktual.com — Naskah akademik Rancangan revisi Undang Undang No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba) yang telah diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan konstitusi.

Peneliti Publish What Your Pay (PWYP) Agung Budiono menyampaikan; setidaknya ada dua poin krusial yang akan merugikan bangsa Indonesia dalam RUU tersebut yakni mengenai divestasi dan mekanisme hilirisasi.

“RUU ini Inkosistensi Soal Ketahanan Energi. Revisi UU Minerba sekarang masih sangat prematur dan sangat kuat kepentingan asing,” kata Agung dalam acara diskusi di kawasan Cikini Jakarta, Selasa (22/3).

Lebih lanjut jelasnya, RUU ini mengakomodir masuknya PP 77/2014 mengenai divestasi yang tidak menguntungkan Indonesia. Kemudian, dalam pembahasan hilirisasi memperlihatkan cara pemerintah ‘cuci tangan’ atas berbagai persoalan yang akan muncul.

“Faktanya komitmen smelter banyak yang belum selesai, namun mereka diberi kesempatan membangun smelter hingga 2017, RUU ini hadir sebagai cuci tangan pemerintah menutupi ketidakmampuan pemerintah menyelesaikan hilirisasi, progres smelter Indonesia baru berjalan 50 persen,” ungkapnya.

Selain itu, RUU ini membuka ruang selebar-lebarnya atas izin baru, dan herannya prioritas eksploitasi untuk ekspor saja dan tidak memperhatikan kebutuhan dalam negeri.

“Ada macam macam izin baru, ada tambang bawah laut dan lepas pantai, ini poin terbaru dalam revisi UU ini izin bawah laut, ditambah lagi adanya dorongan jenis mineral baru, mineral tanah jarang. Dan juga RUU ini tidak mengatur sanksi tegas dalam Jamrek (Jaminan Reklamasi) Pascatambang,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan