Lebih lanjut Agung memaparkan, dalam UU No.20/1997 tentang PNBP khususnya Pasal 20 dikatakan bagi Wajib Bayar PNBP yang karena kealpaanya tidak menyampaikan laporan PNBP yang terutang atau menyampaikan laporan PNBP yang terutang tapi tidak benar atau tidak lengkap, sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak sebesar 2 kali dari jumlah PNBP yang terutang.

Seperti diketahui, berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur Penerimaan Minerba-Kementerian ESDM, Jonson Pakpahan, Per-Februari 2017 total tunggakan PNBP dari pelaku usaha pertambangan ditaksir mencapai sekitar Rp 5,072 triliun. Piutang tersebut dikontribusikan dari berbagai jenis rezim perizinan, yaitu piutang dari ribuan pelaku usaha IUP sekitar Rp 3,949 triliun, PKP2B sekitar Rp 1,101 Triliun 920 miliar dan KK sekitar Rp 20,636 miliar. Sementara piutang perusahaan PKP2B Generasi I yang pada akhir tahun lalu (2016) kurang lebih mencapai 21 triliun sendiri dinyatakan telah selesai proses set off.

Pemerintah saat ini telah memberikan tenggat waktu penyelesaian piutang PNBP tersebut paling lambat 31 Maret 2017. Ditjen Minerba juga telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Piutang PNBP ke seluruh Gubernur di Indonesia. Konsekwensi jika tidak melunasi kewajiban piutang PBP tersebut sebelum 31 Maret 2017, Ditjen Minerba tidak akan memberikan ijin sertifikasi CnC, Ijin Eksportir Terdaftar (ET), Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dan izin syahbandar.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka